First Drive Wuling Almaz: Calon Juara!
Matahari bersinar terang saat kami tiba di Stasiun Bandung, Senin (11/03/2019) lalu. Deretan Wuling Almaz tampak mentereng di tengah semrawutnya tempat parkir, lengkap dengan spanduk Wuling bertebaran. Hari itu, kami diundang untuk merasakan seperti apa kemampuan Almaz dengan rute Bandung-Tasik-Pangandaran.
Jujur saja, sejak awal kami memperkirakan perjalanan ini menarik, karena memiliki rute yang beragam. Mulai dari kemacetan kota Bandung dan sekitarnya, hingga medan sempit berliku di wilayah Priangan Timur. Pas betul untuk menguji sebuah mobil baru yang belum punya nama, tapi memiliki tampilan menarik. Kesan menarik ini, selain pendapat pribadi, juga diamini orang di sekitar yang selalu bertanya, ”Ini mobil apa?” Lalu dilanjutkan dengan pernyataan, “Keren euy desainnya.”
Okelah. Wuling berhasil mendesain sebuah mobil dengan rupa menarik, tapi apakah rasanya sekeren itu? Untuk menjawab, tombol start-stop ditekan dan mesin menyala. Tidak ada yang mengejutkan. Seperti Wuling lain, mesinnya halus tanpa getaran. Dari luar pun suaranya minim, meski kemudian suara kipas radiator dan AC menderu mendinginkan mesin empat silinder 1,5 liter.
Beberapa acara formalitas seperti kunjungan ke diler di daerah jalan P.H.H Mustofa dilewati, perjalanan sesungguhnya dimulai. Jalan tol Padalarang-Bandung-Cileunyi jadi rute yang pas untuk menguji sekuat apa mesin 1,5 liter turbo ini. Tanpa menghiraukan kehadiran fitur cruise control, kecepatan 160-an km/jam mudah diraih. Lagi-lagi, tidak mengejutkan untuk sebuah mobil modern, apalagi tenaganya sampai 141,9 PS.
Yang mengejutkan kinerja suspensi independennya. Menjelang Cileunyi, jalan tol ini memiliki kontur jalan tidak rata. Keempat kaki Almaz mampu menyerap permukaan jalan dengan sangat baik, meski kecepatan lebih dari 100 km/jam. Kemampuan suspensi ini membuat kami bersemangat untuk segera mencoba di jalanan berliku di depan.
Tapi sebelumnya, hujan yang mengguyur membuat kawasan Cileunyi dihiasi genangan. Macet otomatis terjadi, kami jadi punya kesempatan mengamati kabin dan beberapa fitur. Seperti diketahui, pengendali fitur kenyamanan kabin diletakkan dalam satu layar sentuh berukuran 10 inci di dashboard. Terlihat canggih memang, dan mudah digunakan. Kami tidak mengeluhkan hal ini. Material plastik di beberapa sudut tidak bisa dikatakan terbaik, tapi dikompensasi dengan penggunaan material yang empuk plus panoramic roof, sehingga terlihat mahal dan mewah. Posisi setir kurang tegak karena condong ke depan. Meski ukurannya terasa pas.
Lepas dari kemacetan, kesenangan dimulai. Nagreg, jalanan perbukitan yang menantang karena lika-likunya jadi medan yang pas untuk membuktikan kinerja kaki Almaz tadi. Inilah bagian terbaik. Serius. Kami sempat takjub dengan bagaimana Almaz melahap tikungan tajam dengan kecepatan yang tidak bisa dibilang pelan. Seberapa kasar setir diputar, SUV ini menurut dengan respons presisi. Pengendaliannya terasa natural, meski memang ada fitur bantu pengendalian. Dan hal terakhir itu, sangat jarang intervensi, bahkan saat jalanan basah sekalipun. Artinya, input yang diberikan, seberapa kasarpun, masih bisa diserap dengan baik oleh konstruksi sasis Almaz.
Limbung? Pasti terasa karena kami bermanuver melahap tikungan dengan kecepatan di atas rata-rata. Apalagi ini mobil tinggi. Understeer (setir belok, mobil lurus. Karakter khas mobil gerak roda depan)? Hampir tidak ada. Pengendalian Almaz membuat kami menggali ingatan, SUV apa yang karakternya seperti ini. Tapi untuk saat itu, tidak satupun yang berhasil diingat.
Selepas Nagreg, kami rehat sejenak di salah satu kawasan wisata pinggiran kota Tasik. Sambil baca lembar spesifikasi, postur Almaz diamati dan bergumam: kenapa mobil ini terlihat kurus kalau dari depan atau belakang. Kurang proporsional dari samping. Kesimpulannya, ini sepertinya hanya karena offset pelek yang terlalu ke dalam dan lingkar fender terlalu besar. Tapi kemudian kami menyadari sesuatu yang berbeda.
Selain ban merek Continental, keempat roda Almaz miring ke dalam di sisi atas. Inilah wujud dari sudut camber negatif. “Iya, memang begitu setelan dari pabriknya,” ujar Danang Wiratmoko, Product Planning Wuling Motors yang mendampingi kami.
Tiba-tiba segalanya jadi jelas. Camber negatif punya efek bagus yang membuat manuver jadi lebih responsif, meyakinkan dan halus. Efek jeleknya, setir terasa lebih berat. Tapi Wuling mengantisipasi ini dengan power steering elektrik. Itu juga yang membuat pergerakan kemudi terasa mantap dan tidak kosong. Ditambah, menurut spesifikasi, konstruksi suspensi belakang trapezoidal multi link. Sekali lagi, konstruksi ini mengingatkan pada sebuah SUV yang lain.
Berbekal pengetahuan itu, dengan percaya diri kami melahap rute Tasik-Pangandaran yang lebih menantang karena malam menjelang dan jalan sempit. Belum lagi warga sekitar banyak yang menggunakan motor dengan penerangan minim. Kenikmatan Almaz saat bermanuver kembali dirasa. Namun saat itu, tidak bisa dipungkiri, kami menemukan kelemahan teknis: CVT.
Memang halus perpindahannya, saat berjalan biasa saja atau saat melaju di tol. Tapi rute luar kota biasanya memerlukan kegesitan pengemudi dan juga mobil sendiri. Dan CVT Wuling Almaz kurang memenuhi ekspektasi itu. Kick down terasa lambat, meski saat terjadi mampu menyalurkan tenaga dengan instan. Torsi 250 Nm yang terlempar ke roda depan, saat menyusul kendaraan lain, membuat kami senyum-senyum saja dan melupakan lambatnya transmisi tadi. Toh lama-lama terbiasa juga.
Gerbang kawasan wisata Pangandaran akhirnya terlihat dan hotel Hau Lodge menyapa dengan keunikannya. Diskusi soal Almaz berlanjut bersama secangkir kopi, tim Wuling dan sesama jurnalis. Semua mengakui, handling Almaz memang patut dihargai. Soal CVT, masih jadi perdebatan. Ada yang suka, ada yang masih ragu. Toh ini pertama kalinya ada produk Wuling yang pakai transmisi begini.
Mengenai mesin, kembali semua memuji keberanian Wuling untuk menghadirkan mesin 1,5 liter Turbo. Keseriusan mereka bahkan ditunjukkan dengan menunjuk Honeywell, perusahaan teknologi Amerika yang lebih dikenal sebagai penyedia komponen pesawat, untuk menyuplai turbocharger Almaz. Tidak disebutkan peranti turbo yang mana. Tapi Honeywell, 2017 lalu pernah memperkenalkan generasi baru turbocharger, yang khusus dibuat untuk mobil bermesin 4-silinder 1,5 liter.
Sekarang waktunya istirahat. Setengah mengantuk, pertanyaan tadi muncul kembali. Karakter pengendalian Wuling Almaz mengingatkan pada sebuah mobil. ‘Misteri’ itu terjawab begitu saja melalui istilah trapezoidal multi link belakang. Pengguna suspensi model ini adalah Audi, Porsche, VW, SEAT. Pantas rasanya mirip dengan VW Tiguan. Akhirnya kami tidur pulas. (Ddn/Odi)
Jual mobil anda dengan harga terbaik
Model Mobil Wuling
GIIAS 2024
IMOS 2024
- Terbaru
- Populer
- Terbaru
- Yang Akan Datang
- Populer
Video Mobil Wuling Almaz Terbaru di Oto
Tren SUV
- Terbaru
- Yang Akan Datang
- Populer
Artikel Mobil Wuling Almaz dari Carvaganza
Artikel Mobil Wuling Almaz dari Zigwheels
- Motovaganza
- Review
- Artikel Feature