Royal Enfield Moto Himalaya 2022 Finis: Merindukan Kasur Tapi Ada Sesuatu yang Tertinggal
Seluruh malam dihabiskan dengan berguling-guling di bawah selimut. Semua pakaian termal dan selimut tebal tak mampu menahan dingin. Selalu bangun sepanjang malam buat mencoba menghangatkan diri tetapi sia-sia. Akhirnya, alarm smartphone berbunyi pada pukul 06.30 pagi. Lumayan sudah ada cahaya matahari sedikit masuk ke dalam tenda. Tapi tetap saja, ruangan ini seperti lemari es besar.
KEY TAKEAWAYS
Moto Himalaya 2022
Perjalanan menjelajah pegunungan Himalaya menggunakan Royal Enfield HimalayanMenyerah dan akhirnya beranikan diri melangkah keluar tenda buat melihat pemandangan danau Moriri. Ia dikelilingi oleh dataran tinggi dan puncak gletser, terlihat jauh lebih baik ketika matahari muncul. Membentang jauh ke selatan menuju cakrawala, sulit untuk memahami ukurannya. Airnya berwarna biru cerah, seperti batu pirus.
DAY 5 (Tso Moriri – Tso Kar) 20 Agustus 2022
Tak seperti hari-hari sebelumnya, perjalanan menuju destinasi selanjutnya dilakukan pada siang hari. Alasannya ada dua, water heater di tiap-tiap tenda hanya menyala pada pukul 07.00 dan jarak buat ke Tso Kar hanya 85 km. Bisa ditempuh dalam waktu 3 jam.
Dimulailah petualangan etape ke-5 dengan tujuan Tso Kar pada pukul 11.00. Setengah perjalanan menuju danau Kar merupakan jalur yang sama. Melewati Kyagar Tso dan Namshang La pass. Bedanya saat kita bertemu dengan pertigaan di Sumdo. Kanan kembali ke rute kemarin dan kiri menuju titik finis selanjutnya.
Tapi pada saat di Kyagar Tso, kami diajak untuk foto bersama sekaligus melihat dari dekat bagaimana struktur dari danau air asin ini. Di sini pula sebagian rider mencoba mengabadikan gambar dengan cara bermanuver dengan tunggangannya. Saya, cukup diam di antara jajaran sepeda motor. Sudah tak ada tenaga buat menggeber motor di area berpasir. Sebab kurang nyenyak tidur semalam.
Mengabadikan gambar sebentar dan lanjut jalan lagi. Setelah beberapa saat, kami kembali berdiri di atas Namashang La, untuk kedua kalinya. Di Sumdo kami menyempatkan rehat dan minum teh. Setelah habis beberapa cangkir, kami melanjutkan perjalanan dan berbelok ke arah Puga dari Sumdo.
Jalan kembali berubah menjadi tanah saat kami melintasi desa Puga. Setelah 15 km, kami berdiri di atas Polo Kongka La. Jalur ini berada di celah gunung dengan ketinggian 4.844mdpl (15.892 ft). Terletak di bagian selatan Ladakh di negara bagian Jammu dan Kashmir, India.
Dari titik ini, lintasan sepanjang 40,8 km dimulai dengan jalan aspal yang sangat bagus. Lalu berubah menjadi jalur kerikil dengan kedalaman lubang yang ekstrem. Di puncaknya terdapat ratusan bendera doa Buddha. Maju sedikit kami melihat banyak perubahan, tidak hanya pada iklim, tetapi juga lanskap dan budaya dengan pengaruh Tibet yang kuat.
Bergerak 15 km ke depan kami tiba di Startsapuk Tso. Tapi ini bukan tempat finis kami. Maju sedikit sekira 5 km barulah sampai di Tso Kar. Sembari makan sore kami dibagikan kamar. Alhamdulillah, tak lagi bermukim di dalam tenda. Di sini kami diberikan ruangan permanen. Seperti guest house tapi lebih sederhana. Tak mengapa, yang penting tiap sisinya dibatasi oleh tembok. Berharap tak ada celah buat angin masuk.
Sebab Tso Kar berada di ketinggian 4.530mdpl dan memiliki panjang sekitar 7,5 km. Ia merupakan danau air asin yang berlatar belakang didominasi oleh puncak dua gunung. Thugje (6.050mdpl) dan Gursan (6.370mdpl).
Tak banyak cerita di destinasi ini. Hanya pada malam harinya kita diajak makan malam bersama dengan Managing Director & CEO Eicher Motors Ltd, Siddhartha LAL dan beberapa Board of Director lainnya. Lepas bertemu dan perkenalan singkat, kami kembali ke kamar masing-masing.
Kejadian di Tso Moriri kembali terulang. Udara dingin menghampiri lagi. Langsung gunakan pakaian termal lapis tiga dan dibungkus selimut tebal. “Kenapa masih tetap membeku, padahal ini sudah di dalam kamar tanpa ada celah angin masuk?” pikirku. Sulit sekali mencari kehangatan di dua danau teringgi. Pasrah!
DAY 6 (Tso Kar – Leh) 21 Agustus 2022
Inilah hari di mana sangat dirindukan bagi sebagian peserta. Segala bentuk upaya telah kami berikan dalam lima hari terakhir. Bayangan kasur hangat di Leh menghantui pikiran. Tapi itu masih 160 km lagi. “Oke. Tetap fokus, jangan sampai perjalanan ini rusak oleh keinginan kuat tiba di titik finis,” kataku.
Tepat pukul 09.00 rombongan berangkat. Ternyata Arjay punya jalan pintas. Kita semua hanya bisa ikut tanpa ada perlawanan dari para peserta. Ternyata baru 20 menit bergerak kami berhadapan dengan trek berdebu. “Tak mengapa yang penting bisa cepat sampai Leh,” pikirku saat itu.
Lalu tiba-tiba pemimpin rombongan memberhentikan kami semua di tengah-tengah padang pasir. “Apalagi ini?” kataku kepada Didi. Ternyata Arjay menunggu tim dokumentasi buat pengambilan gambar secara konvoi. Sembari menunggu, dua rider Jepang asyik menggeber motornya di sini. Bermanuver melompati gundukan dengan kecepatan tinggi. Entah apa yang ada dipikiran mereka! Ternyata lokasi ini bernama dataran Meroo. Merupakan padang pasir tandus dan hanya berjarak 2 km dari jalan raya Leh – Manali Highway.
Masuk di jalur utama, kami beristirahat sejenak di salah satu warung. Bukan makan siang, hanya sekadar minum teh. Diberi waktu 30 menit saya manfaatkan buat memejamkan mata. Ya, masih merasa kurang tidur. Otak sudah memberi tanda waktunya merebahkan badan.
Lepas dari tempat rest, kami melanjutkan ke arah utara. Oh iya, di sini jalannya sangat menyenangkan. Ini semacam keuntungan bagi kami karena bisa berkendara dengan cepat. Ketika masuk kawasan Debring, rute mulai diisi dengan beberapa risiko lagi. Banyak ditemui aspal pecah berkerikil. Tebing dengan batu-batu besar di sisi kanan, dan jurang curam di bagian kiri.
Meski demikian, selama perjalanan terdapat lanskap terbuka yang memiliki panorama indah. Tampak beberapa gunung yang bagian ujungnya masih dibungkus dengan salju. Hingga tibalah kami di Taglang La Pass. Fiuh! Di hari terakhir ini kami masih harus melewati jalan raya tertinggi di dunia. Ya, elevasinya tercatat 5.328 mdpl (17.480 ft). Mengabadikan momen sebentar, lanjut jalan lagi.
Turun dari Taglang La, sebagian besar jalan beraspal dan cukup lebar. Tapi kala memasuki lembah di sisi lain celah, pemandangan berubah. Tampak pegunungan tandus tapi desa-desa mulai muncul kembali.
Tak lama berselang, Didi menghampiri saya sambil membunyikan klakson. “Tas gue ke mana ya?”, tanya dia. Ia tersadar kala ingin meminum air dan tas yang biasa dikenakan tidak menempel di punggungnya. Celaka! segala dokumen penting dan paspor ada di situ.
Mukanya pucat dan badannya lemas. Tak hanya Didi, saya pun merasakannya. Sekitar 10 menit kemudian kami berhenti untuk makan siang. Ia pun langsung melaporkan kepada Arjay, pemimpin rombongan. “Kamu makan siang saja dulu. Serahkan problem ini pada saya,” jawab RJ dengan santai. Dirinya pun langsung mengontak salah satu mobil kru melalui handy talky. Kebetulan mobil dokter yang sampai duluan.
Mulanya Didi tidak yakin di mana keberadaan tasnya. Namun saya coba meyakinkan kalau barangnya berada di warung terakhir saat kita tea time. Saya perkuat lagi dengan rekaman dari kamera action. Akhirnya sopir mobil dokter kembali untuk mengambil tas yang tertinggal.
Rehat makan siang selesai, perjalanan berlanjut. Didi sebetulnya bersikeras ingin kembali ke warung terakhir kami berhenti. Tapi Arjay melarangnya. Saya tahu yang ada dipikirannya, pasti mengganggu konsentrasi berkendara dan itu bahaya. Keputusan cepat harus diambil. “Lo ikutin irama berkendara gw. Konsisten jaga kecepatan di belakang motor gue!" kataku kepada Didi, disusul dengan jawaban "oke!".
Selama perjalanan saya selalu melihat kaca spion kanan. Memastikan Didi masih dalam keadaan konsentrasi berkendara. Di lain sisi, sesampainya di kawasan Rumstse, Gya, Lato dan Miru kami disambut ladang hijau dengan pemukiman kecil lainnya. Pemandangan peradaban setelah 2 hari di jalur tandus disambut baik. Jalannya sebagian besar sejajar dengan sungai Khyammar, dan punya banyak tikungan. Setidaknya ini bisa mengobati pikiran yang sedang kacau.
Hingga akhirnya kami sampai di pertigaan Upshi. Jalur di hari sebelumnya kami lalui kembali. Itu berarti jarak sudah semakin dekat dengan titik finis. Dan sampailah seluruh rombongan di kota Leh pada sore hari.
Tak ada selebrasi berlebih. Semua justru mengucap rasa syukur dapat kembali dengan selamat. Perasaan emosional timbul begitu saja ketika turun dari motor. Tidak hanya saya, tapi seluruh peserta. Bahkan rider wanita satu-satunya bernama Noe dari Jepang langsung menitikan air mata saat melepaskan helmnya. Semua berpelukan dan saling mengucapkan terima kasih. Tak bisa diungkapkan. Dilakukan tanpa komando, bergerak begitu saja.
Sebab utamanya yakni petualangan enam hari penuh risiko. Ini merupakan pendakian dan tingkat kecuraman paling mengerikan bersama kuda besi. Semua setuju akan hal itu. Paling menyulitkan saat kita semua mengalami kekurangan oksigen karena ketinggian, hingga cuaca ekstrem yang tak bisa diprediksi. Sangat menguji organisme seluruh tubuh.
Ya, inilah impian dari setiap rider dari seluruh dunia. Menguji adrenalin dengan melintasi kawasan ekstrem pegunungan Himalaya. Berkendara melintasi beberapa jalur tertinggi yang dapat dilewati oleh sepeda motor, menyusuri danau-danau alami di pegunungan, serta berkemah di bawah cahaya bintang.
Apalagi di hari terakhir yang cukup dramatis. Tas berisi dokumen penting dan paspor tertinggal di warung. Tak lama berselang saat memasuki kamar hotel masing-masing, Didi mendapat kabar kalau barang yang diinginkan sudah ada di tangan sopir mobil dokter. Ah lega rasanya mendegar itu!
Melakukan perjalanan di negeri orang itu tidak mudah. Membutuhkan persiapan matang. Selama Moto Himalaya 2022, saya merasakan tekanan mental untuk selalu tabah, sabar, bijak, dan santun. Semoga kisah ini bisa sedikit menginspirasi bagi semua yang ingin menaklukkan pegunungan Himalaya dengan sepeda motor. (BGX/TOM)
Baca juga: Royal Enfield Moto Himalaya 2022 Part 1: Kesulitan Bernapas dan Proses Aklimatisasi
Baca juga: Royal Enfield Moto Himalaya 2022 Part 2: Pembuktian Si Himalayan di Jalur Ekstrem
Baca juga: Royal Enfield Moto Himalaya 2022 Part 3: Perjalanan Lebih Manusiawi Tapi Sulit Mencari Kehangatan
-
Jelajahi Royal Enfield Himalayan
Model Motor Royal Enfield
Jangan lewatkan
Promo Royal Enfield Himalayan, DP & Cicilan
GIIAS 2024
IMOS 2024
- Terbaru
- Populer
Anda mungkin juga tertarik
- Berita
- Artikel feature
- Terbaru
- Populer
Video Motor Royal Enfield Himalayan Terbaru di Oto
Bandingkan & Rekomendasi
|
|
|
|
|
Kapasitas
411
|
313
|
499.6
|
373
|
411
|
Tenaga Maksimal
24.3
|
34
|
46.9
|
43
|
24.3
|
Jenis Mesin
Single Cylinder, 4-Stroke, Liquid Cooled, SOHC Engine
|
Single Cylinder, 4-Stroke, 4-Valve, Water Cooled, DOHC Engine
|
Inline 2 Cylinders, 4-Stroke, Liquid Cooled, 4 Valves DOHC
|
Single Cylinder, 4-Stroke, Liquid-Cooled
|
Single Cylinder, 4-Stroke, Air Cooled, SOHC Engine
|
Torsi Maksimal
32 Nm
|
28 Nm
|
46 Nm
|
37 Nm
|
32 Nm
|
Ground Clearance
220 mm
|
-
|
-
|
200 mm
|
200 mm
|
Ban depan
90/90 R21
|
110/80 R19
|
110/80 R19
|
-
|
100/90 R19
|
Ukuran velg depan
R21
|
R19
|
R19
|
-
|
R19
|
Mode Berkendara
-
|
Touring, Sport
|
Sport, Tour, Road
|
Road, Race, Touring
|
Off Road, Street
|
|
Tren Adventure Touring
- Terbaru
- Populer
Artikel Motor Royal Enfield Himalayan dari Zigwheels
- Motovaganza
- Review