Target Net Zero Emission, Indonesia Akan Setop Jual Kendaraan Konvensional pada 2050
Isu perubahan iklim menjadi sangat penting dewasa ini. Berbagi pihak termasuk pemerintah suatu negara dan kawasan berlomba untuk menghasilkan kehidupan yang lebih baik dan menjauhkan bumi dari pemanasan global yang lebih cepat.
Salah satu yang ditempuh adalah mengajak industri otomotif untuk menciptakan produk yang ramah lingkungan, termasuk menghasilkan produk-produk dengan teknologi listrik atau hidrogen yang menghasilkan nol emisi.
Pemerintah Uni Eropa bahkan telah mempersiapkan program untuk melarang kendaraan bermesin konvensional baik bensin maupun diesel pada tahun 2035 mendatang. Meski banyak pihak yang melihat target ini terlalu ambisius namun sebagian besar produsen telah mengungkapkan mereka akan berhenti menawarkan produk bermesin konvensional di 2030. Beberapa produsen tersebut antara lain merek-merek di bawah Volkswagen Group, BMW, Mercedes-Benz, Toyota serta Honda. Lantas bagaimana dengan Indonesia?
Pertanyaan ini terjawab melalui keterangan resmi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tertanggal 8 Oktober 2021. Keterangan tersebut mengungkapkan prinsip dan peta jalan pemerintah mencapai Net Zero Emission (NZE).
Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk mencapai NZE pada 2060 atau lebih cepat. Meski terkesan lambat, setidaknya Indonesia sudah berani mengambil target untuk bersama-sama menghadapi tantangan dan risiko perubahan iklim di masa mendatang.
Baca juga: Soal Energi Terbarukan, Munawar Chalil: Pemerintah Harus Keluar dari Zona Nyaman
"Transformasi menuju net zero emission menjadi komitmen bersama kita paling lambat 2060. Kami telah menyiapkan peta jalan transisi menuju energi netral mulai tahun 2021 sampai 2060 dengan beberapa strategi kunci," jelas Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif pada diskusi bertajuk Road to COP26 : Tekad Generasi Muda Indonesia Mencegah Perubahan Iklim & Mendukung Energi Bersih di Jakarta, Kamis (7/10).
Ada lima prinsip utama yang akan diterapkan pemerintah Indonesia yakni peningkatan pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT), pengurangan energi fosil, kendaraan listrik di sektor transportasi, peningkatan pemanfaatan listrik pada rumah tangga dan industri dan pemanfaatan Carbon Capture and Storage (CCS).
Di tahun 2021, pemerintah akan menghadirkan regulasi dalam bentuk Peraturan Presiden terkait EBT dan retirement coal. Arifin menegaskan, pemerintah tidak akan menambah kehadiran PLTU baru kecuali yang sudah berkontrak maupun sudah dalam tahap konstruksi.
Tahun depan akan ada UU EBT dan penggunaan kompor listrik untuk dua juta rumah tangga per tahun. Langkah selanjutnya, pembangunan interkoneksi, jaringan listrik pintas (smart grid) dan smart meter akan hadir di 2024 dan bauran EBT mencapai 23 persen yang didominasi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di 2025.
Tahun 2027 pemerintah akan menghentikan impor LNG dan 42 persen EBT didominasi dari PLTS di 2030 dimana jaringan gas menyentuh 10 juta rumah tangga, kendaraan listrik sebanyak dua juta unit untuk mobil dan 13 juta unit untuk motor. Tambahan lainnya penyaluran BBG 300 ribu, serta pemanfaatan Dymethil Ether dengan penggunaan listrik sebesar 1.548 kWh per kapita.
Semua PLTU tahap pertama subcritical akan mengalami pensiun dini di tahun 2031 dan sudah adanya interkoneksi antar pulau mulai COD di tahun 2035 dengan konsumsi listrik sebesar 2.085 kWh/kapita dan bauran EBT mencapai 57 persen dengan didominasi PLTS, Hydro dan Panas Bumi.
Pada 2040, bauran EBT sudah mencapai 71 persen dan tidak ada PLT Diesel yang beroperasi, Lampu LED 70 persen, tidak ada penjualan motor konvensional, dan konsumsi listrik mencapai 2.847 kWh/kapita.
Baca juga: Hyundai dan LG Bangun Pabrik Baterai Mobil Listrik di Karawang, Beroperasi Mulai 2024
Lima tahun berikutnya, pemerintah mewacanakan akan ada pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) pertama mulai COD. "Kita juga mempertimbangkan penggunaan energi nuklir yang direncanakan dimulai tahun 2045 dengan kapasitas 35 GW sampai dengan 2060," harap Arifin.
Selanjutnya, bauran EBT diharapkan sudah mencapai 87 persen di 2050 dibarengi dengan tidak melakukan penjualan mobil konvensional dan konsumsi listrik 4.299 kWh/kapita. Terakhir, pada 2060 bauran EBT telah mencapai 100 persen yang didominasi PLTS dan Hydro serta dibarengi dengan penyaluran jaringan gas sebanyak 23 juta sambungan rumah tangga, kompor listrik 52 juta rumah tangga, penggunaan kendaraan listrik, dan konsumsi listrik menyentuh angka 5.308 kWh/kapita.
Jadi diperkirakan pada 2050 atau 30 tahun dari sekarang, tidak akan ada lagi mobil konvensional yang dijual di Indonesia. Pertanyaan mengenai pembangunan infrastruktur kendaraan listrik yang selama ini dikhawatirkan juga terjawab dari road map yang hadir ini sehingga ke depannya pemilik kendaraan listrik tidak akan kesulitan dalam menggunakan mobil atau motor miliknya.
Peta Jalan Kendaraan Listrik
Khusus untuk kendaraan listrik, pemerintah Indonesia sudah memiliki peta jalan yang dipersiapkan menyambut masa mobilitas dengan kendaraan listrik. Salah satu yang sudah diwujudkan adalah pembangunan pabrik baterai Hyundai dan LG di Karawang beberapa waktu lalu dengan nilai investasi 1,1 miliar dollar AS atau sekitar Rp 15,6 triliun.
Strategi yang diincar Indonesia adalah memasuki industrialisasi untuk menjadi negara industri yang kuat berbasis pengembangan inovasi teknologi.
Pengembangan kendaraan listrik di Indonesia sudah bukan sesuatu hal yang baru, namun memang baru marak belakangan ini dan mendapat perhatian pemerintah. Tercatat pada 1989, mahasiswa ITS Surabaya mulai mencoba membuat mobil listrik bertenaga sel surya.
Lompat ke 2012, kehebohan mobil listrik hadir saat Menteri BUMN saat itu, Dahlan Iskan, menggandeng Danet Suryatama seorang doktor lulusan Michigan AS, untuk membuat mobil listrik. Mobil bernama Tuxuci tersebut kemudian diperkenalkan dan diuji coba. Lantas uji coba tersebut tidak berakhir baik dengan peristiwa kecelakaan yang dialami Dahlan Iskan.
Kemudian pada 2017, pemerintah menyiapkan draf peraturan presiden mengenai pemanfaatan tenaga listrik untuk transportasi. Termasuk di dalamnya mempersiapkan pengembangan riset mobil listrik melalui Perpres Nomor 22 Tahun 2017. Kendaraan listrik ditargetkan 2.200 unit pada 2025 sementara roda dua sebanyak 2,1 juta unit.
Bergerak lagi di 2019 tepatnya di bulan Agustus, Presiden Joko Widodo menetapkan Perpres Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai untuk Transportasi Jalan. Kemudian ini berkembang pada September 2020 saat Menteri Perindustrian Agus Gumiwang menetapkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 27 Tahun 2020 tentang Spesifikasi, peta Jalan, Pengembangan dan Ketentuan Perhitungan Nilai Tingkat Komponen dalam Negeri Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai.
Langkah pembangunan pabrik baterai ini juga termasuk dalam Peta Jalan Industri Baterai untuk Kendaraan Listrik di Indonesia. Pada 2020 pemerintah memilih partner bisnis dalam konsorsium baterai nasional.
Lalu pada 2021 membangun sistem penyimpanan energi berskala besar di sejumlah daerah yang diprioritaskan. Pada 2022, produsen peralatan asli (OEM) diharapkan sudah memulai produksi kendaraan listrik di dalam negeri. Di 2023 mendatang, proyek percontohan memproduksi sel baterai 200 MWh dalam bentuk pack.
Pada 2024, pemurnian high pressure acid leaching (HPAL) untuk prekursor dan katoda mulai beroperasi. Tahun berikutnya, di 2025, direncanakan fase pertama produksi sel baterai 8-10 GWh dalam bentuk pack. Lanjut ke 2026, ibu kota negara yang baru di Kalimantan ditargetkan akan menggunakan 100 persen transportasi kendaraan listrik. Dan pada 2027, industri daur ulang baterai listrik sudah dapat dioperasikan. (Sta/Tom)
Baca juga: Nissan Bicara Strategi untuk Sambut Era Elektrifikasi di Indonesia
Jual mobil anda dengan harga terbaik
GIIAS 2024
IMOS 2024
- Terbaru
- Populer
Anda mungkin juga tertarik
- Berita
- Artikel feature
- Terbaru
- Yang Akan Datang
- Populer
Video Mobil Terbaru di Oto
Artikel Mobil dari Carvaganza
Artikel Mobil dari Zigwheels
- Motovaganza
- Tips
- Review
- Artikel Feature
- advice