PPnBM Berdampak Dorong Otomotif, Gaikindo dan APM Usul Diperpanjang
Seberapa efektif penerapan kebijakan relaksasi PPnBM untuk ekonomi nasional dan industri otomotif? Pertanyaan ini menyeruak beberapa waktu belakangan bersamaan dengan berakhirnya masa diskon PPnBM 100 persen di akhir bulan ini.
Kajian dari Institute for Strategic Initiatives (ISI) menunjukkan dampak kebijakan diskon PPnBM dari pemerintah ini. Pertama hadir sejak Maret 2021, aturan PPnBM ini terbukti efektif mendongkrak utilisasi industri otomotif nasional yang mengalami penurunan akibat pandemi. Bahkan dikatakan pemerintah berpotensi mendapatkan pemasukan sebesar Rp 5,17 triliun karena kebijakan ini.
"Industri otomotif sendiri merupakan sektor yang memiliki multiplier effect yang tinggi terhadap sektor-sektor yang terkait dengannya. Kehulu, sektor otomotif, telah meningkatkan demand atas output sektor seperti industri komponen mesin, ban, valve, filter dan lain sebagainya. Sementara itu, ke hilir produk otomotif telah berdampak terhadap sektor pembiayaan keuangan, alat transportasi dan lainnya," sebut Luky Djani, Direktur ISI dalam keterangan resmi.
Program relaksasi PPnBM kendaraan bermotor hadir akibat penurunan penjualan kendaraan saat pandemi yang mulai melanda Maret 2020. Saat itu titik terendah penjualan terjadi pada Mei 2020 yang mencapai 6.907 unit, volume yang jauh lebih kecil karena saat normal penjualan rata-rata 40 ribu unit.
Kemudian pada awal Januari 2021, setelah tarik ulur soal usulan PPnBM ini, pemerintah mulai mempertimbangkan untuk pemulihan ekonomi yang sempat mengalami pertumbuhan negatif. Salah satu kriteria yang bisa ikut program ini adalah produk otomotif yang memiliki local purchasing (pembelian lokal) dibawah 70 persen untuk kendaraan untuk kendaraan dibawah 1.500 cc.
Kajian dampak ini menggunakan analisis I-O (Input-Output) atas data penjualan mobil yang masuk dalam skema relaksasi. Analisis I-O ini didasarkan pada tabel I-O yang dirilis oleh BPS pada bulan Mei 2021.
Kajian dampak ini dibagi dalam tiga periode waktu penjualan, yakni : pertama periode sebelum pandemi (Maret-Mei 2019); Kedua periode awal pandemi (Maret-Mei 2020) dan Ketiga, periode pada saat pandemi dan pemberlakuan program relaksasi PPnBM (Maret-Mei 2021). Kajian dampak ekonomi program relaksasi ini dilihat dari aspek kontribusi terhadap output ekonomi nasional, penyerapan tenaga kerja, pendapatan rumah tangga dan pendapatan negara.
Baca juga: Berkenalan Lebih Dekat dengan Hyundai Staria, Melihat Bagaimana Ia Mendefinisikan Kemewahan
Pada periode awal pandemi, penjualan menurun menjadi 44.844 unit dimana penurunan terendah terjadi pada bulan April dan Mei 2020 saat penjualan mencapai 9.426 dan 6.907 unit. Setelah pemberlakukan program relaksasi PPnBM mulai bulan Maret 2021, penjualan mobil yang masuk dalam skema relaksasi ini meningkat menjadi 99.370 unit. Lonjakan penjualan tertinggi terjadi pada bulan Maret 2021 dengan volume penjualan mencapai sekitar 40.833 unit.
Hasil kajian di atas menyebutkan, program relaksasi PPnBM Kendaraan Bermotor diklaim terbukti menguntungkan semua pihak, masyarakat, industri otomotif dan industri yang terkait dengannya, pemerintah dan perekonomian nasional. Hal ini dibuktikan dengan net impact dari perbandingan dampak mobil pada saat pandemi dengan penjualan mobil pada saat pandemi dengan program relaksasi.
Program PPnBM meningkatkan nilai penjualan mobil sebesar Rp 22,95 Triliun. Angka ini lebih tinggi dari periode yang sama tahun 2020, saat awal pandemi berlangsung, sebesar Rp 10,62 Triliun. PPnBM juga berpotensi menciptakan penambahan output sebesar Rp 39,90 Triliun dengan komposisi pada industri pengolahan, pertanian, kehutanan dan perikanan, pertambangan dan penggalian, perdagangan besar dan eceran, serta reparasi mobil dan sepeda motor.
PPnBM juga berpotensi menciptakan kesempatan kerja total sebesar 183 ribu orang. Kebijakan ini juga berpotensi menciptakan pendapatan rumah tangga total sebesar Rp 6,6 triliun. Total pendapatan negara yang diperoleh dengan PPnBM sebesar Rp 5,17 triliun, lebih tinggi dari periode yang sama tahun 2020 sebesar Rp 3,3 triliun.
Baca juga: Sebelum Beli Wuling Almaz atau Almaz RS, Kenali Dulu Karakteristik Seluruh Variannya
PPnBM dikatakan memiliki potensial loss, berasal dari insentif yang dimanfaatkan konsumen, sebesar Rp 2,3 triliun. Selain itu potential gain diperoleh dari peningkatan penjualan mobil sebesar Rp 5,17 triliun yang berasal dari PPn, PKB dan BBNKB.
Hasil kajian ISI terhadap kebijakan PPnBM ini menghasilkan usulan agar kebijakan ini diperpanjang. Kebijakan PPnBM rencananya akan berlangsung hingga akhir tahun 2021. Usulan tersebut melihat dampak kebijakan yang berhasil meningkatkan penjualan mobil yang masuk pada skema PPnBM. Kebijakan ini juga berkontribusi terhadap perekonomian nasional melalui peningkatan volume penjualan kendaraan bermotor, penciptaan output/PDB, lapangan kerja, pendapatan rumah tangga, dan pendapatan negara.
Hal ini diamini, beberapa Agen Pemegang Merek (APM) dan Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) sebagai asosiasi pabrikan. "Melihat dari efek positif yang telah berjalan, meski pemerintah kehilangan PPnBM namun mendapat manfaat lebih besar saat industri otomotifnya bangkit. Multiplier effect yang disebabkan naiknya penjualan mobil itu sangat banyak," kata Kukuh Kumara, Sekretaris Umum Gaikindo.
Ia mengatakan jika dampak positifnya cukup banyak dan mendukung pemulihan ekonomi hal itu pantas dipertimbangkan. "Terkait usulan perpanjangan PPnBM itu wilayahnya pemerintah, tapi kami sudah sampaikan, karena bila dari dampak positifnya kan sudah kelihatan, kalau dari hasil kajiannya positif ya kenapa tidak dilanjutkan," katanya. (Sta/Raju)
Baca juga: Juli 2021: Angka dan Analisis Penjualan Mobil di Indonesia
Jual mobil anda dengan harga terbaik
GIIAS 2024
IMOS 2024
- Terbaru
- Populer
Anda mungkin juga tertarik
- Berita
- Artikel feature
- Terbaru
- Yang Akan Datang
- Populer
Video Mobil Terbaru di Oto
Artikel Mobil dari Carvaganza
Artikel Mobil dari Zigwheels
- Motovaganza
- Tips
- Review
- Artikel Feature
- advice