Penjelasan Lengkap Korlantas Soal Usulan Penghapusan Pajak Progresif dan BBN 2 Kendaraan Bermotor
KEY TAKEAWAYS
Pajak progresif dianggap tidak efektif menekan kemacetan
Karena banyak pemilik mobil memakai KTP orang lainKorps Lalu Lintas (Korlantas) Polri memberi usulan agar pajak progresif dan Bea Balik Nama (BBN) 2 kendaraan dihapuskan. Ajuan ini bertujuan untuk memperkuat validasi data kepemilikan kendaraan di kepolisian.
Dijelaskan oleh Direktur Registrasi dan Identifikasi (Regident) Korlantas Polri, Brigjen Yusri Yunus, polisi bukan membuat aturan penghapusan pajak progresif dan BBN 2, melainkan memberi usul kepada pemerintah daerah karena pertimbangan banyaknya pemilik kendaraan yang menyalahkan gunakan data kepemilikan kendaraan.
"Kami, Polri, Samsat, dan Jasa Raharja mengusulkan, jadi sekali lagi bukan melakukan penghilangan BBN 2 dan Progresif karena kami tidak punya kewenangan. Nah yang punya kewenangan itu adalah pemerintah daerah masing-masing yaitu gubernur. Jangan salah, kami coba meringankan masyarakat. Lantas apa keuntungan untuk polisi, keuntungannya adalah validasi data," kata Yusri saat dihubungi OTO.com, Jumat (17/3).
Menurut Yusri, khusus usulan penghapusan BBN 2 dinilai perlu karena banyak masyarakat yang membeli kendaraan bekas namun tidak melakukan aktivitas balik nama atau mutasi kendaraan. Alasannya karena biaya BBN yang dinilai tinggi.
"Saya ambil contoh sepeda motor pajak tahunan Rp200 ribu, untuk biaya balik nama itu Rp1 juta lebih. Harga motor bekas yang dibeli mungkin cuma Rp3 juta, dengan biaya BBN 2 semahal ini akhirnya orang malas atau tunggu pemutihan," pungkasnya.
Lebih lanjut dijelaskan Yusri. Ketika pembeli kendaraan bekas tidak melakukan mutasi, maka besar kemungkinan akan terjadi salah pengiriman surat tilang bila si pembeli melakukan pelanggaran lalu lintas. Ini kerap terjadi apabila pemilik sebelumnya tidak atau belum melakukan blokir kendaraan.
"Jika pengendara melakukan pelanggaran kena ETLE, yang akan dikirim surat tilang adalah nama pemilik di STNK yang belum dibalik nama. Artinya data-data ini tidak valid, karena si pembeli kendaraan bekas tidak balik nama karena pertimbangan biaya BBN 2 mahal," katanya.
Lalu dari segi pemasukan pajak ke daerah, Yusri menyoroti tak sedikit kendaraan berpelat nomor B yang berdomisili dan lalu lalang di luar daerahnya. Ketika si pemilik kendaraan membayar pajak, kewajiban tersebut akan masuk ke kas pendapatan daerah di mana kendaraan teregistrasi. Namun, aktivitas hariannya dilakukan di daerah berbeda, ini dinilainya tidak etis.
"Kita lihat ada mobil berpelat nomor B di luar daerah, mereka pakai di sana tapi ngerusakin jalan namun bayar pajaknya di Jakarta. Etis tidak ini? Di Kalimantan itu (banyak), harusnya kan mutasi, tapi biayanya mahal untuk BBN2. Coba digratiskan BBN 2-nya, pasti mau mereka," imbuhnya.
Alasan Korlantas Usul Pajak Progresif Dihapus
Sementara itu terkait usulan peniadaan pajak progresif kendaraan, menurut Yusri ini akan menghilangkan perilaku tidak baik dari pemilik kendaraan yang menggunakan data atau KTP tidak semestinya.
Dengan menggunakan KTP dengan alamat rumah dan Kartu Keluarga yang berbeda ini jadi siasat untuk menghindari pajak progresif. Namun fakta yang terjadi di lapangan adalah kemungkinan terjadinya tindak pidana.
"Saya setuju aturan progresif ini memang untuk mengurangi jumlah mobil. Tapi perlu dicatat, yang terjadi di Indonesia si pembeli numpang KTP orang lain, nama tetangga, nama pembantu, nama saudara, atau bikin atas nama PT perusahaan. Akhirnya ketika ditilang, dia yang melanggar tapi yang ditilang orang lain atau PT dengan alamat yang tidak jelas," pungkasnya.
Mobil mewah dengan pajak tinggi, kata Yusri, banyak yang menggunakan kepemilikan dengan data KTP yang berbeda. Ini bukan cuma kecurangan tapi menimbulkan permasalahan yang kompleks ketika terjadi kasus pelanggaran hukum.
"Yang kasihan lagi sudah pakai mobil mewah pakai nama orang, nanti saat ditilang ternyata masyarakat miskin karena numpang KTP. Kasihan juga seharusnya dapat BLT (bantuan langsung tunai) tapi karena ada data mobil mewah dia bisa nggak dapat," jelasnya.
Sekadar informasi, saat ini sudah ada beberapa daerah yang menghilangkan pajak progresif kendaraan. Sosialisasi dan usulan dari Korlantas sendiri sudah digaungkan sejak Juni 2023 lalu.
"Ini sudah berlaku, tapi di daerah tertentu. Sudah ada gubernur yang mengeluarkan Pergub tapi ada juga yang belum. Kami mengharapkan dan mengusulkan untuk semua pemerintah daerah bisa serentak," katanya. (KIT/ODI)
Baca Juga: Pengalaman Bayar Pajak Tahunan Sepeda Motor Lewat Aplikasi Signal, 10 Menit Selesai!
Jual mobil anda dengan harga terbaik
GIIAS 2024
IMOS 2024
- Terbaru
- Populer
Anda mungkin juga tertarik
- Berita
- Artikel feature
- Terbaru
- Yang Akan Datang
- Populer
Video Mobil Terbaru di Oto
Artikel Mobil dari Carvaganza
Artikel Mobil dari Zigwheels
- Motovaganza
- Tips
- Review
- Artikel Feature
- advice