Mazda SKYACTIV-X Diklaim Sebersih Mobil Listrik
Mesin baru Mazda SKYACTIV-X, yang memiliki metode pembakaran pemampatan kompresi, menunjukkan potensi tinggi dalam mengurangi emisi gas buang. Keyakinan Mazda terbilang tinggi, karena mereka tetap berpendirian dengan mesin internal combustion (pembakaran dalam) konvensional, untuk melawan emisi mobil listrik. Bukan dari emisi gas buang dihasilkan dari proses pembakaran di mesin, melainkan perhitungan ‘well-to-wheel’.
Komite prinsipal yang memegang keputusan tertinggi di Mazda bersepakat, sampai tumbuhnya jumlah sumber daya terbarukan untuk mengganti sumber daya polutif semacam batu bara, tenaga penggerak listrik tetap belum menunjukkan kepuasan terhadap pengurangan emisi dan polusi. Mazda tetap fokus memperbaiki emisi dengan memaksimalkan efisiensi di mesin internal combustion. Teknologi paling mutakhir mereka, ditunjukkan melalui mesin bensin generasi terbaru, SKYACTIV-X.
Ini bukan berarti Mazda mundur dalam pengembangan teknologi listrik. Tapi mereka berkomitmen dulu dalam mengurangi efek buruk yang dihasilkan selama memproduksi kendaraan. Komitmennya, emisi CO2 ‘Well-to-Wheel’ menurun 50 persen pada 2030, dan terus menurun 90 persen hingga 2050. Pihak pabrikan lanjut memperkenalkan EV (Electric Vehicle) dan teknologi mild hybrid di 2019, mobil hybrid dengan baterai terintegrasi di 2020 dan plug-in hybrid pertama mereka di 2025. Semua dilakukan tahap demi tahap sesuai rencana yang dicanangkan.
Mazda meyakini, mobil tanpa emisi seperti di EV sekarang ini masih omong kosong, karena dua pertiga produksi EV global tetap mengandalkan penggunaan bahan bakar fosil. Agar perhitungan emisi CO2 lebih tepat, Mazda mengubah evaluasi ‘Tank-to-Wheel’ (yang hanya mengukur emisi saat berkendara), menjadi metode ‘Well-to-Wheel’ yang termasuk penggunaan bahan bakar, proses produksi dan pengiriman kendaraan.
Penggunaan metode evaluasi emisi ini, menciptakan perhitungan akurat dari langkah-langkah pengembangan mesin di masa datang. Konteksnya dalam hal ini, pihak manufaktur menyadari bahwa mobil listrik tidak sebersih yang dibayangkan, karena masih tergantung dengan bahan bakar minyak juga.
Perhitungan menurut Mazda seperti ini. Sebuah mobil listrik berukuran sedang mampu mengkonsumsi daya 20kWh per 100km. Untuk menghasilkan daya sebesar itu, batu bara menghasilkan emisi CO2 sebesar 200g/km, petroleum 156g/km dan LNG (Liquefied Petroleum Gas) 100g/km. Jika dikonversi melalui metode ‘Well-to-Wheel’, rata-rata emisi CO2 mobil listrik sebesar 128g/km. Sementara mesin bensin Mazda SKYACTIV-G menghasilkan emisi 142g/km. Artinya hanya terjadi efisiensi sebesar 10%.
Fakta lain, mesin SKYACTIV-G memproduksi CO2 lebih sedikit dari EV yang tercipta melalui batu bara atau petroleum, dengan metode ‘Well-to-Wheel’. Sementara EV yang produksinya memanfaatkan LNG lebih rendah emisi sebesar 30 persen. Sehingga membuat Mazda bersikukuh mempertahankan dan mengembangkan mesin internal combustion agar mencapai level yang setara.
Mesin SKYACTIV-X merepresentasikan rencana jangka pendek Mazda. Rencananya diperkenalkan tahun depan, bakal jadi mesin bensin pertama yang menganut skema kompresi seperti mesin diesel. Metode pembakarannya disebut Spark Controlled Compression Ignition (SPCCI), mengkombinasikan pengapian busi seperti mesin bensin, dengan kompresi (pemampatan) di mesin diesel. Ditambahkan supercharger untuk menambah tekanan di intake, sehingga mampu meningkatkan respons mesin dan menaikkan torsi sebesar 10 – 30 persen dari SKYACTIV-G. Sementara keiritannya bertambah 20 – 30 persen. (Odi/Van)
Sumber: Newspress
Baca Juga: Peluncuran Mazda CX-9 SKYACTIV
Jual mobil anda dengan harga terbaik
GIIAS 2024
IMOS 2024
- Terbaru
- Populer
Anda mungkin juga tertarik
- Berita
- Artikel feature
- Terbaru
- Yang Akan Datang
- Populer
Video Mobil Terbaru di Oto
Artikel Mobil dari Carvaganza
Artikel Mobil dari Zigwheels
- Motovaganza
- Tips
- Review
- Artikel Feature
- advice