Infrastruktur dan Range Anxiety Jadi Faktor Penghambat Pertumbuhan EV di Indonesia
Kekhawatiran dengan sisa baterai selama perjalanan mendominasi 65 persen hasil survey
Lembaga riset pemasaran Populix memaparkan temuan mereka terkait tren kendaraan listrik atau electric vehicle di Indonesia. Pada laporan bertajuk “Electric Vehicle Dynamic: Unveiling Consumer Perspective and Market Insights” menyebutkan Indonesia memiliki potensi pertumbuhan EV yang tinggi namun dibarengi dengan isu masalah yang mampu menghambat perkembangan kendaraan ramah lingkungan tersebut.
KEY TAKEAWAYS
Bagaimana survey ini berlangsung?
Survey dilakukan secara online terhadap 350 responden laki-laki dan perempuan usia 17-45 tahun di Jakarta yang memiliki kendaraan listrikSurvey ini dilakukan secara online terhadap total 350 responden laki-laki dan perempuan usia 17-45 tahun di Jakarta yang memiliki kendaraan listrik dan merupakan pengambil keputusan dalam memilih brand kendaraan listrik yang digunakan. Penelitan yang dilakukan pada 15-25 Maret 2024 lalu ini dikemas dengan bentuk kuesioner format pilihan ganda tunggal, pilihan ganda kompleks, skala likert, dan jawaban singkat.
Hasilnya, isu kekhawatiran dengan sisa baterai selama perjalanan mendominasi 65 persen populasi perihal tantangan penggunaan EV. Disusul dengan kapasitas jarak tempuh yang terbatas (61 persen) dan tidak semua bengkel menerima perbaikan EV meski kerusakannya bukan soal listrik (49 persen). Perhatian terkait infrastruktur juga jadi temuan menarik dimana keterbatasan fasilitas pengisian daya jadi perhatian penggunaan EV (43 persen) serta terkait lokasi stasiun pengisian daya yang sedikit dan jauh (42 persen).
Timothy Astandu, CEO & Co-founder Populix menjelaskan seiring dengan perkembangan EV di Indonesia kolaborasi antara regulator dan produsen EV jadi makin krusial untuk mengatasi tantangan. Beberapa diantaranya seperti aksesibilitas, jarak tempuh, biaya, hingga ketersediaan infrastruktur pengisian daya yang bisa menghambat integrasi kendaraan listrik bagi mobilitas harian.
“Dengan memahami tantangan dan preferensi konsumen, sinergi ini menjadi kunci untuk mendorong adopsi EV secara lebih luas, serta meningkatkan pertumbuhan industrik kendaraan listrik di Indonesia,” ucap Timothy.
Baca Juga: Menghilangkan Kekhawatiran, VinFast Berikan Sistem Penyewaan Baterai
Penggunaan EV
Survey yang sama juga mengungkapkan kebiasaan penggunan EV. Mayoritas penggunanya nyaman melakukan pengisian daya di rumah (59 persen) sementara ke SPKLU hanya digunakan oleh 15 persen reseponden. Menariknya, pengguna EV rata-rata menggunakan fasilitas SPKLU sekitar satu kali seminggu (55 persen) dan hanya sebagian kecil menggunakannya setiap hari.
Selain itu Populix juga menyertakan jenis kendaraan listrik yang digunakan responden. Sepeda listrik misalnya, digunakan paling banyak untuk belanja kebutuhan sehari-hari (79 persen), disusul sebagai alat transportasi antar jemput, berkunjung ke tempat teman atau keluarga, mengirim barang, dan hanya 13 persen menjawab untuk bekerja. Responden juga mengungkapkan harga Rp4,7 juta dengan jarak tempuh 12 KM jadi patokan untuk produk sepeda listrik sesuai kebutuhan.
Jenis EV motor listrik juga hampir serupa dengan sepeda listrik dalam hal penggunaan. Sebagian besar untuk belanja kebutuhan sehari-hari (72 persen) dan bekerja (47 persen). Produk motor listrik yang sesuai ekspektasi responden adalah produk dengan harga Rp18 jutaan dan jarak ideal 74 KM.
Pada produk mobil listrik, karena memiliki kemampuan angkut dan jarak tempuh lebih tinggi, beragam kegiatan bisa dilakukan lebih leluasa, seperti bekerja, belanjar, antar jempu dan lainnya. Soal produk ideal, responden menjawab harga mobil EV yang dilirik sebesar Rp250 jutaan dan memiliki jarak tempuh lebih dari 250 km.
Selain itu, keputusan pembelian EV masih didorong oleh tawaran kemudahan baik dari produsen EV maupun subsidi pemerintah. Misal potongan harga masih mendominasi keputusan memilih EV sebesar 65 persen, disusul garansi baterai, subsidi pemerintah atau insentif serta tawaran paket spesial selama periode tertentu.
Responden juga mengungkapkan, informasi terkait produk EV mereka dapatkan mayoritas dari media sosial dan channel online. Lima sumber media sosial yang paling banyak digunakan adalah Youtube, media sosial resmi brand, website resmi brand, iklan Instagram, dan review forum online. Kategori media Below The Line diantaranya rekomendasi teman atau keluarga yang dipercaya, pameran otomotif di mall maupun event seperti GIIAS dan IIMS. Untuk sumber informasi Above the line, publikasi atau website otomotif mendominasi. (STA/ODI)
Baca Juga: Mobil Listrik Cina akan Kuasai Sepertiga Dunia, Bagaimana Potensi di Indonesia?
Jual mobil anda dengan harga terbaik
GIIAS 2024
IMOS 2024
- Terbaru
- Populer
Anda mungkin juga tertarik
- Berita
- Artikel feature
- Terbaru
- Yang Akan Datang
- Populer
Video Mobil Terbaru di Oto
Artikel Mobil dari Carvaganza
Artikel Mobil dari Zigwheels
- Motovaganza
- Tips
- Review
- Artikel Feature
- advice