Bos Uber Tinggalkan Donald Trump
CEO Uber Tehcnologies Inc., Travis Kalanick meninggalkan posisinya sebagai anggota grup penasehat bisnis Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Keputusan bos taksi online paling berjaya di dunia ini, diambil dengan alasan tak sejalan kebijakan imigrasi Trump.
Sang CEO mengakui, ia mendapat tekanan dari aktivis yang menolak pelarangan imigran dari negara islam untuk masuk ke AS. Kamis (2/2), kemarin, Travis mundur karena menyadari banyak pengemudi Uber yang tergabung dalam aplikasinya merupakan imigran.
“Bergabung dengan grup penasehat Trump, bukan berarti mendukung agenda Presiden. Sayangnya ini sudah diartikan demikian, karenanya saya mundur,” jelas Travis dalam surat terbuka untuk seluruh karyawan, seperti dilansir Reuters.
Travis menyebut bahwa dirinya akan bertemu dengan grup penasehat Trump pada Jumat, dan akan menyebutkan bahwa kebijakan itu berpengaruh pada penghidupan mitra Uber. Ia pun bakal menyampaikan pengunduran dirinya langsung ke Presiden yang menggantikan Barrack Obama itu.
“Kebijakan Trump merupakan masalah besar bagi komunitas kami. Ada banyak cara yang akan kami lakukan untuk mencari solusi mengatasi kebijakan ini. Namun tak mungkin bisa kami lakukan jika saya masih ada di dalam grup penasehat. Peraturan ini sudah menyakiti banyak masyarakat di seluruh Amerika,” papar Travis.
Kepergian Travis dapat diartikan sebagai sebuah tindakan antipati kebijakan Trump yang kontroversial terhadap perkembangan dunia industri, khususnya otomotif. “Banyak kekhawatiran yang saya pikirkan. Terpisah dengan keluarga, tak bisa kembali ke Amerika dan ada ketakutan yang mendera bahwa AS bukan lagi tempat yang terbuka pada imigran,” imbuh Travis.
Aksi CEO Uber ini pun diharapkan masyarakat AS bisa memicu tindakan serupa dari CEO otomotif lain yang juga menggunakan banyak tenaga imigran di perusahaannya. Misalnya saja, pabrikan mobil terbesar di AS, General Motors. Sayangnya disebut Autonews, Mary Barra, sang CEO masih menghadiri pertemuan dengan Trump hari ini.
Sebelum menjabat saja, pria ini pernah bertekad menutup jalur perdagangan eksklusif antar Amerika bagian utara (Meksiko, Kanada, AS-NAFTA). Toyota dan GM misalnya, yang sudah membangun pabrik dengan nilai investasi besar di Kanada dan Meksiko sempat menunjukkan kekhawatirannya atas kebijakan Trump.
Perusahaan-perusahaan teknologi seperti Microsoft, Google, Apple dan Amazon sudah mengambil sikap serupa terhadap kebijakan anti-imigran negara islam. Mereka menyebut bahwa perusahaannya sangat bergantung pada karyawan dari negara-negara luar AS.
Baca Juga: Uber dan Volvo Uji Coba Mobil Otonom
Sumber: Theguardian, Autonews, Reuters
Jual mobil anda dengan harga terbaik
GIIAS 2024
IMOS 2024
- Terbaru
- Populer
Anda mungkin juga tertarik
- Berita
- Terbaru
- Yang Akan Datang
- Populer
Video Mobil Terbaru di Oto
Artikel Mobil dari Carvaganza
Artikel Mobil dari Zigwheels
- Motovaganza
- Tips
- Review
- Artikel Feature
- advice