Bencana Pabrik Mobil di Australia
Bencana, mungkin kata yang terlalu ringan untuk menjabarkan apa yang terjadi pada industri otomotif Australia, khususnya pabrik. Kiamat, mungkin kata yang tepat.
Tahun ini, satu persatu pabrikan yang memproduksi mobil di Negeri Kangguru harus memadamkan listrik di pabriknya untuk selamanya. Operasional harus dihentikan setelah sedikit demi sedikit jam kerja para karyawan dikurangi. Hingga akhirnya, semua dirumahkan. Contoh paling mutakhir adalah Toyota, yang banting setir jadi importir.
Alasannya, bukanlah ketuk palu dari pemerintah yang melarang produksi demi menghijaukan lingkungan. Negeri itu sudah tak lagi prospektif dan akomodatif untuk memproduksi mobil.
Mengacu pada pemberitaan Herald Sun, laman lokal di sana. Disebut ada beberapa faktor yang akhirnya menjadi pupuk kehancuran pabrik. Pertama, kebijakan pajak impor kendaraan yang rendah. Bahkan Herald Sun menyebutnya hampir nol.
Mungkin terkesan berlebihan. Tapi faktanya, harga yang ditawarkan mobil impor di Australia, dengan fitur yang lebih lengkap dan pilihan lebih beragam, membuatnya sama atau bahkan jauh lebih valuable dibanding mobil produksi lokal. Hal ini yang akhirnya membuat faktor kedua tumbuh.
Terlalu masifnya pilihan kendaraan di Australia, faktor keduanya. Jika kami minta Anda sebut 10 merek mobil di Indonesia, mungkin cukup sulit untuk mengingat semua nama. Tapi itu sudah merepresentasikan keseluruhan industri tanah air. Australia?
Di sana ada 64. Ya – enam – puluh – empat – merek. Kami harap tak salah dalam penulisannya. Menurut laman yang sama, memang itu jumlah brand yang beredar di sana. Kami pun memverifikasinya dengan membuka Carsguide, laman jual beli mobil terkemuka di daratan sana. Terbukti, ketika kami pilih opsi menemukan mobil berdasar merek, ada puluhan brand yang tersedia, beberapa mungkin belum pernah Anda dengar.
AC, Alvis, Austin Healey, CQ Motors, De Tomasso, Eunos, dan itu baru merek berawalan 5 abjad pertama saja. Merek-merek ini saja belum tentu Anda pernah dengar, bagaimana puluhan lainnya. Namun begitulah kondisi ketika pintu impor dibuka selebar-lebarnya. Mobil apapun yang ada di seluruh dunia, bisa Anda beli.
Faktor ketiga yang akhirnya mematikan pabrik otomotif di sana, lokasi. Ya, lokasi Australia yang terpojok dan terkurung oleh negara-negara dengan tenaga kerja murah, membuatnya tak bisa menjadi basis produksi ekspor. Aktifitas pengiriman kendaraan produksinya tak aktif lantaran tak ada pasar yang mau menerima harga mobil terlalu tinggi. Kok bisa?
Untuk diketahui, gaji karyawan pabrik di Indonesia, sekitar Rp 60 juta pertahun. Bandingkan dengan Australia yang mengantungi Rp 500-700 juta pertahun.
Mimpi masyarakat Indonesia dengan beragam pilihan merek, ternyata berakibat buruk bagi pabrik mobil di Australia. Namun di satu sisi, masyarakat sana sangat menikmatinya. Banyaknya pilihan mobil, membuat mereka mudah mempersonalisasi diri dengan model yang berbeda.
Berkaca pada kasus ini, tentu kebijakan pemerintah yang lebih adil perlu diperhatikan. Bagaimana dengan nasib puluhan ribu karyawan dari pabrik-pabrik yang tutup? Bagaimana pula layanan aftersales dari puluhan merek yang harus membuka bengkel? Terakhir, jika kebijakan tak selaras dengan pembangunan infrastruktur, maka neraka di jalanan berkobar dengan rupa kemacetan.
Baca Juga: Toyota Australia hadirkan Camry edisi tutup pabrik
Jual mobil anda dengan harga terbaik
GIIAS 2024
IMOS 2024
- Terbaru
- Populer
Anda mungkin juga tertarik
- Berita
- Artikel feature
- Terbaru
- Yang Akan Datang
- Populer
Video Mobil Terbaru di Oto
Artikel Mobil dari Carvaganza
Artikel Mobil dari Zigwheels
- Motovaganza
- Tips
- Review
- Artikel Feature
- advice