Bagaimana Pabrikan Otomotif Bisa Berkontribusi Hadapi COVID-19?
Wabah coronavirus disease (COVID-19) terus menyebar di Indonesia. Semua sektor terpukul karenanya, tak cuma kesehatan namun sosial, ekonomi, dan tentunya industri. Otomotif sebagai salah satu penunjang sektor industri termasuk yang menelan pil pahit. Jualan mobil terhambat, begitupun sepeda motor.
Beberapa perusahaan, bahkan sudah menutup fasilitas produksi (pabrik). Utamanya karena faktor keamanan dan kesehatan karyawan. Namun sejatinya, ada hal lain yang bisa dilakukan oleh merek otomotif untuk turun tangan membantu selain menutup pintu pabriknya.
Kalau Anda ingat pada Perang Dunia II, pabrikan otomotif dialihkan untuk memproduksi peralatan perang. Ford misalnya, tahun 1940an, mereka membuat mobil jip, tank hingga komponen pesawat. Kini juga dunia kembali berperang, namun lawannya, COVID-19.
Amerika Serikat sudah memulainya. Presiden Trump menggunakan kembali UU Produksi Pertahanan (Defense Production Act., 1950) agar dapat mengendalikan produsen otomotif dalam menyediakan alat kesehatan.
Hasilnya, semua pabrik bahu membahu menjadi dalam menyediakan apapun yang menjadi kebutuhan di saat seperti ini. General Motors (GM) misalnya, ditugaskan membuat ventilator. Fiat Chrysler, diberi amanah menyediakan masker wajah untuk petugas di garda depan penanganan pasien.
Baca Juga: Masa Paceklik COVID-19, Begini Cara Kemenperin Menjaga Kelangsungan Industri Otomotif
Pada ujung dunia lain, tim Formula 1 yang berbasis di Inggris, Mercedes-AMG F1, Red Bull F1, Williams, dan McLaren membuat proyek Pitlane. Konsep kolaboratif ini bekerja membuat Continuous Positive Airway Pressure Device (CPAP), alat bantu pernapasan non-invasif. Proses yang biasanya memerlukan waktu 2 tahun, disebut kelar dalam tempo 5 hari agar mereka bisa memulai produksinya.
Di Indonesia, nampaknya semua itu berjalan dengan lambat. Pemerintah lewat Kementerian Perindustrian baru pada tahap mendorong. Langkah legislatif belum diambil untuk mengendalikan pabrikan agar produsen otomotif bisa berkontribusi langsung.
"Sesuai arahan Bapak Menteri Perindustrian, kami telah meminta pelaku industri otomotif melalui Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), agar beberapa anggotanya dapat memproduksi ventilator," kata Direktur Industri Maritim, Alat Transportasi, dan Alat Pertahanan (IMATAP) Kemenperin Putu Juli Ardika di Jakarta, Minggu (5/4), seperti yang kami kutip dari siaran persnya.
Langkah yang tak terlalu konkret ini pun membuat pelaku industri tak bisa melangkah secara taktis. Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO) yang menjadi asosiasi brand mobil memberikan jawaban. Dalam laporan yang sama, Ketua Umum GAIKINDO, Yohannes Nangoi menjabarkan kebutuhannya akan instruksi yang lebih teknis. "Kami membutuhkan pendamping khususnya industri yang memiliki pengalaman dan keahlian dalam pembuatan ventilator," ujarnya.
Pendamping tersebut diharap Nangoi dapat membantu mulai dari menjabarkan blueprint terkait teknis pembuatan ventilator, alih teknologi, sampai memodifikasi fasilitas perakitan mobil yang ada saat ini agar dapat digunakan memproduksi ventilator dan menentukan standar bahan baku kepada supplier. "Kemudian, partner yang sudah berpengalaman itu menentukan standar bahan baku kepada pemasok, kami hanya membantu menjahitkan," ujarnya.
Menurut Peneliti dari Lembaga Survei KedaiKOPI, Justito Adiprasetio M.A., pabrikan otomotif sebenarnya bisa mendapatkan manfaat lebih dari sekadar kontribusi sosial dengan turun tangan membuat alat kesehatan. "Upaya memproduksi alat kesehatan, tentu bisa dikoordinasikan dengan kebutuhan pabrik di tiap daerah, sehingga nantinya skala ekonomi pabrik bisa terpenuhi. Apalagi dengan situasi pandemi global, potensi ekspor alkes ini bisa dimanfaatkan," jelasnya saat kami hubungi hari ini (9/4).
Dirinya menyontohkan situasi industri di Korea Selatan, Taiwan dan Cina, yang akhirnya menjadi eksportir alkes dalam kondisi COVID-19. Laporan Bloomberg menyebutkan, salah satu pabrik di Cina mengoperasikan fasilitasnya tanpa henti sepanjang hari untuk produksi ventilator. Italia dan AS disebut sebagai dua negara yang dipasok jumlah terbesar alkes ini. Perputaran uang dari pabrik di Cina itu pada Maret diperkirakan mencapai USD$ 100-300 juta.
Di lain sisi, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) malah mengejar pabrikan otomotif luar negeri untuk membeli ventilator. "Saya ditugaskan sama Pak Menteri untuk cari ventilator sampai ke ujung dunia, termasuk Elon Musk (CEO Tesla) nge-tweet, kami kejar juga," kata Wakil Menteri BUMN, Budi Gunadi Sadikin.
Universitas-universitas, bahkan ada yang sudah memproduksi secara mandiri ventilator dengan harga terjangkau. Dengan dukungan industri otomotif, harusnya skalanya bisa diperbesar. Seperti diketahui, kebutuhan ventilator dan alkes lain saat ini melonjak tinggi. Jumlah yang ada saat ini pun masih di bawah kapasitas yang dibutuhkan jika situasi terburuk terjadi.
Koordinasi lintas kementerian yang terintegrasi dalam situasi ini sangatlah diperlukan. Kemenperin dan BUMN harusnya bisa padu dalam payung Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian untuk menyelaraskan langkah-langkah ini agar bisa mengutilisasi sumber daya di pabrik otomotif. Sementara, produsen otomotif pun dapat lebih proaktif mengutilisasi sumber daya yang ada, agar roda bisnisnya dapat terus berputar di tengah situasi ini. (Van)
Sumber: Menperin, Bloomberg
Baca Juga: Penjualan Toyota Indonesia pada Masa COVID-19 dan Peluncuran 4 Unit Anyar
Jual mobil anda dengan harga terbaik
GIIAS 2024
IMOS 2024
- Terbaru
- Populer
Anda mungkin juga tertarik
- Berita
- Artikel feature
- Terbaru
- Yang Akan Datang
- Populer
Video Mobil Terbaru di Oto
Artikel Mobil dari Carvaganza
Artikel Mobil dari Zigwheels
- Motovaganza
- Tips
- Review
- Artikel Feature
- advice