Bagaimana Implementasi Cukai Knalpot Bila Diterapkan di Indonesia?
Wacana cukai knalpot bergulir di Indonesia. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memunculkan gagasan pengendalian asap knalpot kendaraan bermotor. Itu disampaikan saat rapat kerja bareng Komisi XI DPR RI 19 Februari 2020. Kelak, rencana pengendalian asap knalpot ini menggunakan instrumen fiskal berupa cukai emisi.
Alhasil pemilik kendaraan bermotor diwajibkan membayar pajak. Kemudian uang itu dibilang, untuk mengatasi dampak pencemaran emisi yang keluar dari knalpot kendaraan (polluter pay principle). Sementara itu, cukai emisi (karbon) ialah usulan pengendalian emisi yang sudah didesak sejak 2010. Itu dilangsungkan dengan cara pengenaan cukai terhadap kendaraan, bila tidak sanggup memenuhi Standard Carbon 3 atau Low Carbon Emission Vehicle (LCEV).
Sebaliknya, kendaraan yang memenuhi regulasi bakal diberi insentif tunai. Itu diambil dari dana cukai karbon terkumpul. Nah, dalam terminologi fiskal disebut sebagai feebate atau rebate tax scheme. Dengan demikian, kendaraan yang emisi carbonnya rendah, maka harga pembeliannya menjadi lebih terjangkau. Kemudian menjadi lebih diminati masyarakat.
"Tiap kendaraan kalau memiliki karbon lebih tinggi dari ketetapan, harus membayar cukai sesuai dengan tarif. Menurut riset kami, angka yang sesuai untuk batasan karbon itu 118 gram CO2 per kilometer. Jadi kalau mobil menghasilkan 180 gram C02 ya tinggal dikali 62. Sehingga Rp 117 juta yang harus dibayar. Riset ini sudah kami lakukan dengan melihat berbagai negara. Sejumlah Rp 2.250.000 per gram dan batasan 118 gram C02 per kilometer adalah angka yang sesuai," ujar Ahmad Safrudin, Direktur Eksekutif Komisi Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB).
Baca Juga: 10 Mobil Terlaris Januari 2020, Lengkap Beserta Harga dan Spesifikasi Mesin
Untuk diketahui, konsumsi BBM di dunia transportasi memiliki tren yang terus meningkat. Linear dengan lonjakan populasi kendaraan. Hal ini kata dia, diyakini berdampak pada peningkatan emisi CO2 dan penyusutan ketersediaan energi (energy stock depletion). Kemudian menjadi beban APBN, termasuk kontributor utama pada defisit neraca perdagangan (current account deficit). Yang akhirnya mengganggu sistem moneter nasional.
Ia mendesak dilakukan adopsi langkah dan kebijakan konservasi atau efisiensi konsumsi BBM sektor transportasi. Semacam dorongan untuk saling integrasi dalam pelaksanaan yang sejalan dengan pencapaian target NDC (National Determine Contribution). Tak lain demi menurunkan emisi gas rumah kaca. Itu berpijak pada regulasi PP 41/2013 (diperbaharui dengan PP 73/2019) untuk penerapan LCEV atau kendaraan beremisi karbon rendah.
Juga sejalan dengan penerapan Perpres 22/2017 (Rencana Umum Energi Nasional). Isinya mengamanatkan penerapan fuel economy standard selambat-lambatnya mulai 2020. Pun langkah-langkah ini jua dipertegas dengan Perpres 55/2019. Tentang Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Battery. Upaya penurunan emisi Carbon kendaraan bermotor dapat dipercepat dengan regulasi percepatan standardisasi gas buang kendaraan. (Alx/Tom)
Baca Juga: Hyundai Ioniq Electric Pamer Teknologi di Rakornis Dirjen Hubdat 2020
Jual mobil anda dengan harga terbaik
GIIAS 2024
IMOS 2024
Tren & Pembaruan Terbaru
- Terbaru
- Populer
Anda mungkin juga tertarik
- Berita
- Artikel feature
Mobil Pilihan
- Terbaru
- Yang Akan Datang
- Populer
Video Mobil Terbaru di Oto
Artikel Mobil dari Carvaganza
Artikel Mobil dari Zigwheels
- Motovaganza
- Tips
- Review
- Artikel Feature
- advice