Ada Subsidi EV, Harapan Produsen Jepang Perkuat Posisi di Indonesia
Pemerintah Indonesia telah memperlihatkan keseriusannya dalam percepatan penggunaan kendaraan listrik lewat pengumuman aturan subsidi beberapa waktu lalu. Aturan tersebut diberikan untuk kendaraan roda dua, roda empat dan bus yang menggunakan teknologi penggerak motor listrik yang dikenal lebih ramah lingkungan.
KEY TAKEAWAYS
Produk EV Jepang tidak ada yang dapat subsidi
Terbentur syarat TKDNMenariknya, dari sekian banyak produk yang mendapatkan keringanan dari pemerintah, masyarakat tidak melihat ada produk buatan produsen Jepang yang menerima bantuan. Tentu ini menjadi perhatian tersendiri mengingat produk Jepang sudah dikenal lama oleh masyarakat Tanah Air.
Kondisi ini juga mengundang pernyataan pakar. Yannes Martinus Pasaribu, pakar otomotif dan pemerhati isu kendaraan listrik dari Institut Teknologi Bandung (ITB) yang mengungkapkan langkah pemerintah ini menjadi pemicu produsen, terutama produsen Jepang, untuk memperkuat posisi mereka di pasar kendaraan listrik Indonesia.
"Untuk memanfaatkan peluang insentif mobil listrik dari pemerintah, produsen mobil dapat melakukan beberapa langkah strategis, terutama bagi pabrikan Jepang yang ingin memperkuat posisi mereka di pasar mobil listrik Indonesia," ucap Yannes, dikutip dari AntaraNews.com, Minggu (26/3/2023).
Beberapa langkah strategis yang bisa digunakan produsen antara lain memenuhi Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) minimal 40 persen. Beberapa caranya adalah dengan melakukan produksi mobil listrik di dalam negeri, termasuk dalam hal baterai dan komponen lainnya.
Langkah berikutnya adalah menghadirkan produk kendaraan listrik yang memiliki harga terjangkau. Ini tentu untuk memperluas kesempatan masyarakat dapat merasakan keunggulan kendaraan listrik. Yannes mengungkapkan harga yang diharapkan sekitar Rp400 juta ke bawah.
Beberapa masukan lainnya, misal terkait desain. Yannes berharap produk kendaraan listrik menyesuaikan dengan preferensi konsumen dalam negeri. Misal bentuk SUV atau MPV yang memiliki beragam fitur.
Tidak lupa, Yannes mengungkapkan produsen harus memikirkan ekosistem EV. Misalnya pembangunan stasiun pengisian daya. Ini bisa dilakukan dengan bekerja sama dengan pihak pemerintah seperti Pertamina atau PLN.
"Infrastruktur ini akan meningkatkan daya tarik terhadap mobil listrik di Indonesia, juga memudahkan konsumen dalam mengisi baterai mobil listrik mereka," ucap Yannes.
Terakhir, terkait tentang edukasi ekndaraan listrik. Ini untuk memberikan pemahaman lebih kepada masyraakat dalam memiliki kendaraan listrik yang ramah lingkungan.
Posisi Produsen Jepang di Era EV
Perbincangan terkait produsen Jepang di era kendaraan listrik ini menjadi menarik, tidak hanya di Indonesia namun global. Sebenarnya masing-masing produsen Negeri Matahari Terbit itu sudah mengemukakan strategi mereka untuk menuju target nol emisi. Pendekatan yang dilakukan para produsen lebih pada perlahan namun pasti.
Tidak seperti Cina yang melihat booming kendaraan listrik dalam satu dasawarsa terakhir, Jepang lebih perlahan. Soal EV ini Jepang sebenarnya sudah memulai lebih dulu. Salah satu contoh adalah Nissan yang memperkenalkan Nissan Tama pada 1947, jauh sebelum Leaf yang mendunia lahir.
Alasan kehadiran Tama adalah kurangnya pasokan minyak bumi di Jepang setelah perang, sedangkan pasokan listrik berlebih. Padahal hampir tidak ada peralatan rumah tangga yang menggunakan listrik dalam jumlah besar. Kondisinya hampir mirip dengan alasan Indonesia melirik EV saat ini.
Kembali soal langkah produsen Jepang di era EV saat ini. Beberapa produsen sudah mengumumkan langkah masing-masing untuk menyambut era kendaraan listrik. Toyota, produsen otomotif terbesar saat ini, menggunakan istilah Multiple Pathway. Strategi ini tidak hanya berkonsentrasi pada produk EV murni namun juga pada teknologi pengurangan emisi lainnya seperti hybrid, mesin bahan bakar konvensional dengan kemampuan efisiensi bahan bakar hingga paling canggih hidrogen. Menurut Toyota, jika targetnya penurunan karbon maka konsumen berhak memilih produk yang mereka inginkan termasuk memilih teknologi kendaraan yang dirasa pas menurut mereka, entah itu hybrid, PHEV, kendaraan bermesin kecil atau hidrogen nantinya.
Akio Toyoda, Presiden Toyota Motor Corp saat masih menjabat pernah mengungkapkan, "Mobil listrik memang penting namun, kita tidak boleh hanya terfokus pada satu teknologi saja. Kita perlu mempertimbangkan kendaraan yang lebih beragam, termasuk kendaraan listrik dan kendaraan yang menggunakan teknologi hidrogen. Teknologi hidrogen, seperti yang digunakan pada mobil bertenaga sel bahan bakar, sangat penting bagi masa depan kendaraan, terutama ketika kita berbicara tentang pengurangan emisi dan pembangkitan energi bersih yang ramah lingkungan."
Mitsubishi juga mengarahkan pada alternatif produk selain listrik. Ada rencana menghadirkan Xpander hybrid sebagai jawaban era elektrifikasi, selain saat ini menghadirkan produk PHEV lewat Outlander. Terbaru, Mitsubishi akan menghadirkan Minicab MiEV, mobil niaga listrik berukuran kecil untuk pasar Indonesia.
Suzuki sudah memperlihatkan produk elektrifikasinya lebih dulu lewat Ertiga hybrid. Lewat teknologi Smart Hybrid Vehicle, Suzuki ingin memperlihatkan pengalaman berkendara yang lebih baik dengan kinerja bahan bakar lebih irit, ringan serta kompak khas Suzuki. Terbaru, Suzuki global akan berinvestasi di pengembangan baterai dan teknologi elektrifikasi.
Melihat beberapa contoh di atas, sepertinya tinggal menunggu waktu untuk produsen Jepang bisa merasakan subsidi yang diberikan pemerintah Indonesia. Syarat TKDN 40 persen tidak bisa didatangkan begitu saja mengingat banyaknya persiapan dari manufaktur hingga infrastruktur EV yang memadai.
Sumber: AntaraNews
Jual mobil anda dengan harga terbaik
GIIAS 2024
IMOS 2024
- Terbaru
- Populer
Anda mungkin juga tertarik
- Berita
- Artikel feature
- Terbaru
- Yang Akan Datang
- Populer
Video Mobil Terbaru di Oto
Artikel Mobil dari Carvaganza
Artikel Mobil dari Zigwheels
- Motovaganza
- Tips
- Review
- Artikel Feature
- advice