Romansa Suzuki RGR 150, Motor Sport Canggih di Era 90-an
Sejak kemunculannya, Suzuki RGR 150 sontak menyita perhatian. Sosoknya bikin kepincut, lantaran menganut desain half fairing. Konsep motor batangan yang tak umum kala itu, walau Yamaha RXZ sudah lebih dulu beredar. Namun ada satu hal yang tak bisa dipungkiri. RGR 150 dibekali mesin 2-tak 150 cc, sementara RXZ masih mengandalkan kubikasi 135 cc. Jelas dia punya kemampuan mengail tenaga lebih besar. Dipadu teknologi canggih dan tubuh nan ringan. Jadi rasanya tak berlebihan, jika menyebutnya sebagai "raja jalanan" sejati di zamannya.
Romansa RGR 150 dimulai pada Februari 1990. Ketika PT Suzuki Indombil Sales (SIS) memutuskan mengimpornya dari Thailand dengan status CBU (completely built up). Unitnya sendiri berbasis RG-V 150SS, generasi kedua buatan sang produsen. Hanya saja, orang awam lebih akrab dengan nama RGR. Meski tampaknya sang pemilik tunggangan merasa bangga mengusung inisial RG. Toh di dalam negeri, penamaannya juga selaras (menggunakan nama RGR 150). Saat itu, Suzuki Indonesia menjualnya dengan nama Suzuki RGR 150.
Suzuki RGR 150 di Indonesia
Dalam masa peredarannya, Suzuki RGR 150 dipasarkan dalam tiga model: Sprinter, Crystal dan Tornado. Bicara tampang, Suzuki RGR 150 Sprinter-lah yang paling identik dengan RG-V150SS. Penggunaan half fairing berikut under cowl (pelindung mesin) menjadi ciri khasnya. Dia juga akrab disapa RGR Sprinter, tentu saja karena lampu belakangnya serupa Suzuki RC Sprinter. Namun, penyebarannya berhenti pada 1992.
Lepas itu, PT SIS merilis varian lanjutan dijuluk Suzuki RGR 150 Crystal. Perbedaan terletak pada lampu belakang dengan pola lampu rem terintegrasi lampu sein. Di 1993 itu pula, Suzuki Indonesia memberi sentuhan baru, lantaran RGR Crystal sudah memakai full fairing. Ini sekaligus menjadi pembeda dari edisi buatan negara asal RGR. Di samping itu, pihak APM juga menawarkan opsi warna baru selain hitam, yakni hijau dan ungu. Model ini dipasarkan hingga 1995.
Pada tahun yang sama, dirilis pula RGR generasi ketiga. Secara konsep masih kembar dengan RGR kedua. Meski begitu, ada nuansa anyar dan lagi-lagi menyentuh sektor buritan. Kali ini mereka menerapkan model lampu dari motor bebek lainnya, Suzuki Tornado. Dengan model lampu lebih lebar tadi, bagian bokong RGR Tornado makin kelihatan semok. Kabar lain menyatakan, ada perbaikan pada sistem pelumasan dan pengapiannya. Namun, ia menjadi model pamungkas yang ditawarkan Suzuki. Produksinya dihentikan pada 1997, walau penjualannya diketahui berlangsung hingga 2000.
Teknologi Canggih di Era-nya
Bisa dikatakan Suzuki membuat terobosan lewat RGR 150. Di saat para pemain seperti Yamaha fokus dengan mesin 135 cc, mereka justru menawarkan mesin 150 cc. Wajarlah jika dulu motor ini dilirik pelaku balap. Bersama transmisi 6 percepatan, jantung mekanisnya menawarkan tenaga 26,1 Hp di 9.500 rpm dan torsi 20,5 Nm pada 8.000 rpm. Terapan bore x stroke: 59 x 54 mm, juga digadang jadi ramuan jitu RGR 150 bisa melejit sampai 160 km/jam.
Kemampuan itu juga didapat berkat terapan dua teknologi canggih. Pertama, teknologi SIPC (Suzuki Intake Pulse Control). Teknologi pada karburator yang bertugas mengontrol masuknya bahan bakar sesuai kebutuhan mesin. Kedua teknologi SSS (Suzuki Super Scavenging System). Wujudnya terlihat pada slang melingkar, sebagai penghubung lubang di blok mesin dan tempat penyimpanan udara. Sistem ini berfungsi memberi asupan udara lebih besar ketika mesin meraung di rpm tinggi. Kendati begitu, kedua teknologi itu diklaim membuat tenaga RGR 150 maksimal di segala putaran mesin.
Merujuk bekalnya di atas, sepertinya tim maupun pembalap mengamini kemampuan RGR 150 di lintasan. Terbukti motor berlambang S selalu jadi langgangan juara di arena road race. Tak hanya tenaga dan kecepatan, RGR juga dinilai punya handling yang mantap. Padahal bobotnya sangat ringan, 99,8 kg saja. Tubuhnya pun terbilang ringkas dengan dimensi 680 x 780 x 1.970 mm (P x L x T). Sayangnya, ini tak diikuti dengan kemampuannya menghemat bensin. Motor ini bahkan sempat dicap sebagai motor paling boros dengan konsumsi BBM tidak sampai 10 km per liter.
Namun ada bekal lain yang tak kalah mumpuni buat kebutuhan balap. Ia memiliki struktur kaki-kaki istimewa, utamanya pada bagian belakang. Berbeda dari pesaingnya yang masih mengandalkan suspensi ganda. RGR 150 malah sudah mengedepankan suspensi tunggal. Monoshock itu disemati teknologi Excentric Full Floater Suspension System(EFFSS). Jadi, ada link berisi bearing yang mengikat ke swingarm. Nah, kinerja peredam kejut pada RGR terbantukan oleh perangkat tadi. Walhasil, RGR 150 jadi stabil di tikungan maupun trek lurus. Untuk motor-motor sekarang, sistem ini dikenal dengan istilah Prolink atau Unitrak.
Usia RGR 150 di Indonesia terbilang singkat. Tapi bukan berarti ia lantas hilang ditelan bumi. Seiring tren motor-motor 2-tak yang kembali menggaung, konon RGR jadi salah satu incaran para motoris. Di sisi lain, komunitas Suzuki RGR Indonesia juga berusaha eksis, meski populasinya terbatas. (Ano/Van)
Baca Juga: Legenda Tiga Babak Yamaha RX-King
GIIAS 2024
IMOS 2024
- Terbaru
- Populer
Anda mungkin juga tertarik
- Berita
- Artikel feature
- Terbaru
- Yang Akan Datang
- Populer
Video Motor Terbaru di Oto
Artikel Motor dari Zigwheels
- Motovaganza
- Tips
- Review
- Artikel Feature