Waktunya Kenali Bahan Bakar Alternatif
Efisiensi konsumsi bahan bakar di kendaraan, mendengar kalimat itu tentu kita langsung tersadar pada gaya berkendara, pemilihan kendaraan, sampai ke kondisi keuangan masing-masing. Tapi tahukah Anda jika para prinsipal pabrikan di Negara asalnya, bahkan beberapa pabrikan di Indonesia sudah membuat resolusi yang bahkan lebih jauh lagi untuk meningkatkan efisiensi?
Bahan bakar alternatif. Mengapa ada pihak-pihak yang fokus memikirkan ini, hingga terbentuk Dewan Energi Nasional di Tanah Air. Penyebabnya cuma satu, bahan bakar minyak dan gas yang saat ini ada, suatu saat akan habis. Bahan bakar itu merupakan hasil pengendapan fosil makhluk jaman purba yang hidup jutaan tahun lalu di muka bumi. Intinya, bahan bakar fosil ini, tak terbarukan, tak dapat diproduksi lagi.
Kita tentu tak bisa menunggu jutaan tahun untuk memproduksinya, namun kita dapat mencari alternatifnya. Berikut kami kumpulkan untuk Anda, beberapa jenis alternatif sumber daya yang dapat digunakan untuk menghidupkan mesin dan menggerakkan mobil.
Bahan Bakar Gas
Ini mungkin adalah proyek subtitusi bahan bakar yang paling mudah diterapkan saat ini. Sebab, tak perlu memproduksi ulang seluruh mobil dengan seluruh sistem mesin yang baru untuk mengaplikasi bahan bakar jenis ini. Unit alat konversi gas agar dapat diolah mesin bensin sudah tersedia dan dijual oleh beberapa perusahaan swasta. Bahan bakar gasnya pun sudah dijual di berbagai daerah baik itu oleh Pertamina, maupun swasta seperti Perusahaan Gas Nasional (PGN). Bahkan penggunanya pun sudah mulai tumbuh meski masih sangat sedikit. Artinya baik itu infrastruktur maupun pabrikan dan pengguna sudah ada. Bagaimana tidak, efisiensi dan emisi yang jauh lebih baik bisa tercipta dengan aplikasi bahan bakar ini. Di Indonesia, ada beberapa jenis gas yang bisa dikonsumsi mobil:
1. CNG (Compressed Natural Gas)
Bahan Bakar Gas (BBG) ini merupakan hasil kompresi Metana (CH4) yang diekstrak dari gas alam (Compressed Natural Gas). CNG disimpan dan didistribusikan dalam tabung bertekanan tinggi. PT Pertamina (Persero) menjualnya dengan nama Envo Gas, sementara PGN (Perusahaan Gas Negara) menjualnya dengan nama Gasku. Penyimpanannya dan penyalurannya pun membutuhkan tekanan tinggi hingga 200 bar. Harga perliternya jauh lebih terjangkau dibanding bensin, yakni Rp 3.100. dan ada 26 stasiun yang dioperasikan oleh PGN atau Pertamina, di Indonesia.
2. LGV (Liquid Gas For Vehicle)
Merupakan bahan bakar yang berasal dari gas yang sudah dicairkan dan diformulasikan khusus untuk kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar nyala pemantik (bensin). Komposisinya terdiri dari Propana (C3) dan Butana (C4). Untuk penyimpanannya di dalam tangki hanya membutuhkan kompresi yang rendah 8-12 bar. PT Pertamina (Persero) menjualnya dengan merek Vi-Gas dengan harga Rp 5.100 perliter. 18 Stasiun yang ada di pulau Jawa dioperasikan oleh Pertamina.
Baik itu CNG maupun LVG, dapat dimanfaatkan untuk berbagai kendaraan. Pabrikan pun sudah menyiapkan prototip model mobil yang memang dirakit secara khusus untuk mengolah bahan bakar gas seperti Toyota Vios dan Honda City meski belum diproduksi secara masal. Namun provider angkutan umum justru ada yang berinisiatif mengaplikasikan perangkat converter ke mobil bermesin bensin mereka seperti Toyota Alphard, Toyota Vios. Sedangkan provider angkutan lain seperti Transjakarta dan Bajaj sudah menggunakan mesin pengolah gas yang telah dikembangkan secara khusus.
Bio-Ethanol
Bio-Ethanol merupakan bahan bakar minyak yang diolah bukan dari pengeboran minyak fosil, melainkan minyak nabati yang berasal dari tumbuhan. Poin pentingnya, tumbuhan, bisa ditanam kembali dan diproduksi lagi dalam waktu sangat singkat jika dibandingkan bahan bakar fosil. Istilah ini dikenal dengan nama Bahan Bakar Nabati (BBN).
Indonesia sebagai Negara tropis dengan lahan ladang dan hutan yang masih sangat luas tentu berpotensi untuk turut mengolah tanaman menjadi bahan bakar nabati dan teknologinya pun sudah ada. Hanya perlu menunggu keputusan pemerintah untuk merilis regulasi untuk penyusunan infrastruktur dan industrinya. Brasil merupakan salah satu Negara yang sudah berhasil memproduksi Bio-Ethanol untuk konsumsi bahan bakar.
Bahan bakar ethanol didapatkan dengan mengolah alkohol yang didapat dari fermentasi gula yang dihasilkan dari gandum, jagung, bit gula, tebu, molase dan amilum. Produksi etanol menggunakan digesti enzim. Beberapa tahun belakangan, Alga makin popular sebagai sumber biodiesel dan bioetanol. Pada tahun 2020, produk bahan energi nabati di Irlandia berasal dari Alga (Bahan Bakar Nabati,Oleh Prof. Dr. Ir. Rizald Max Rompas,Nickson J. Kawung, S.Si., M.Si.,Sandra O. Tilaar, S.Pi., M.Si.)
Mungkin Anda sudah mengenal mesin TR-Series lansiran Toyota. Ya, mesin ini digunakan Toyota Kijang Innova dan Fortuner di Indonesia. Mesin ini diproduksi oleh TMMIN di Sunter 1 Engine Plant yang berlokasi di kawasan Sunter, Jakarta Utara.
PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN), sebagai produsen mobil Toyota di Indonesia sudah memproduksi mesin pengolah bio-ethanol. Mesin ini berkode 2TR-FBE dan digunakan pada Hilux Double Cabin yang beredar di Brasil. Mesin berkapasitas 2.7L 4-silinder segaris tersebut khusus dikembangkan Toyota Motor Corporation di pabrik TMMIN yang memang sudah sejak dulu memproduksi Toyota Kijang bermesin K-Series yang merupakan cikal bakal mesin TR-Series.
Yui Hastoro, Direktur Teknik TMMIN pernah menjelaskan bahwa prinsip pengolahan BBN (Bahan Bakar Nabati) sebenarnya sama saja dengan pengolahan BBM. Namun menurutnya perlu dikembangkan sistem jalur bahan bakar dan ruang bakar yang mampu menjaga suhu bahan bakar agar tidak berubah strukturnya.
Mobil Listrik (Electric Vehicle-EV)
Dahulu mungkin hanya ada di film fiksi ilmiah untuk melihat mobil yang tak perlu mengisi bahan bakar dan hanya perlu discharge layaknya perangkat listrik. Namun hal itu sudah menjadi kenyataan sejak dua dekade lalu ketika California Air Resources Board (CARB), dewan emisi di Kalifornia, Amerika Serikat merilis mandate Zero-Emissions Vehicle (ZEV) di tahun 1990.
Peraturan ini menetapkan tujuh pabrikan besar di Amerika Serikat untuk juga menjual mobil listrik sebagai syarat untuk boleh menjual mobil bensin di Kalifornia. Hampir 5.000 unit mobil diproduksi oleh General Motors, Toyota, Honda, Ford, Nissan dan Chrysler untuk memenuhi kebijakan itu. Namun proyek ini tak berjalan lancar dan berhenti.
Namun, saat ini pabrikan justru berinisiasi memproduksi kendaraan elektrik bukan karena keterpaksaan regulasi lagi, namun tuntutan jaman dan minat masyarakat yang kian peduli terhadap lingkungan. Karenanya jangan heran jika hampir semua pabrikan mempunyai model elektrik mereka. Biasanya model-model mobil elektrik ini berujung dengan diksi –EV di belakang namanya. Seperti Mitsubishi i-MiEV, Smart EV, Honda Fit EV, Kia Soul EV, dan lain-lain. Sedangkan pabrikan mobil yang khusus memproduksi mobil elektrik seperti Tesla, menjualnya dengan nama umum lantaran seluruh model mobil lansirannya menggunakan daya listrik sebagai pemutar motor penggeraknya.
Sebelum lebih jauh, mari kita kenali lebih dulu sistem mobil elektrik. Mobil elektrik merupakan mobil dengan mesin penggerak (motor) yang mengambil daya dari listrik. Jadi terciptanya tenaga di mesin bukanlah hasil pengolahan detonasi material di ruang bakar, melainkan pengolahan listrik di motor semata.
Sejak jaman dahulu mobil elektrik memang sudah ada, namun aplikasinya di jalanan cukup menyulitkan. Lantaran teknologi saat itu belum memungkinkan untuk menciptakan baterai dengan daya simpan energi listrik yang besar namun dengan dimensi yang kompak. Jikapun ada mobil listrik di awal abad-19, daya baterai belum terlalu besar, atau motor penghasil tenaganya belum dapat menghasilkan tenaga besar.
Beberapa dekade terakhir, mobil elektrik kian marak. Hal ini dimungkinkan pasca terciptanya baterai lithium-ion dengan dimensi yang kompak namun berdaya besar dan motor yang mampu menghasilkan daya besar. Pengisiannya bisa dilakukan di rumah, atau di stasiun pengisian khusus. Di beberapa Negara, stasiun pengisian daya listrik ini sudah dibuat. Misalnya di Amerika Serikat, Belanda, Jepang, bahkan Negara pertama yang membangun infrastruktur pengisian daya listrik untuk kendaraan adalah Estonia.
Lalu, apakah performanya buruk? Tengok saja sedan mewah Tesla Model S yang harganya setara Mercedes-Benz E-Class di level Rp 2 milliar. Tenaganya mampu membuatnya berakselerasi 0-100 km/jam dalam tempo 3,2 detik saja. Ini setara dengan Lamborghini Aventador yang harganya berkali lipat! Dengan sekali pengisian daya, Model S dapat melaju hingga lebih dari 400 km.
Infrastruktur di Indonesia juga bukan mustahil bisa disiapkan. Pada era Gubernur Fauzi Bowo, di Balai Kota DKI Jakarta, sempat dibuat stasiun pengisian untuk prototype infrastrukturnya. Inisiasi dari Agen Pemegang Merek (APM) pun sudah bermunculan. Seperti Prestige Motorcars yang memiliki lisensi mendistribusikan Tesla di Indonesia, sempat memaparkan niatnya untuk bekerjasama dengan mall-mall di Indonesia untuk pembuatan fasilitas pengisian daya.
Hidrogen
Sebelum membahasnya, kita perlu memahami bahwa molekul hidrogen bukanlah molekul yang sama dengan air. Hidrogen di tabel kimia berkode H dengan angka atom 1. Sedangkan air merupakan molekul dengan kode H20. Sistem mobil berbahan bakar hidrogen dikembangkan setelah mobil elektrik muncul. Karena pada dasarnya, sistem mobil hidrogen hanya menambahkan perangkat pengolah hidrogen menjadi daya listrik untuk mengisi baterai. Baterai itulah yang memberikan daya untuk memproduksi tenaga di motor listrik.
Lalu bagaimana hidrogen bisa menciptakan daya listrik? Hidrogen bukanlah penghasil energi seperti bensin. Ia bukanlah bahan bakar. Namun hidrogen dapat diolah menjadi energy, yakni menjadi energy listrik.Melalui reaksi kimia yang disebut elektrolisis.
Reaksi kimia terjadi ketika hidrogen yang disuntikkan ke mobil bertemu dengan oksigen yang disarikan dari udara dari luar kendaraan. Toyota mengolah hidrogen dan oksigen menjadi daya listrik melalui alat bernama FC-Stack. Sistem ini kami sarikan dari mobil Toyota Mirai yang sudah dijual di beberapa Negara. Dari daya listrik yang dihasilkan FC-Stack, energy itu disimpan di baterai Lithium-ion untuk kemudian digunakan motor untuk menciptakan daya gerak.
Output dari pengolahan hidrogen dan oksigen ini bukanlah asap karbon CO2 layaknya mobil konvensional, namun air. Jadi jangan heran jika melihat dari knalpot mobil ini bukanlah asap yang keluar, melainkan air. Di beberapa Negara, stasiun pengisian hidrogen telah disusun. Dalam bentuk cair, hidrogen menjadi lebih aman untuk dibawa di dalam mobil. Harganya juga tentu tak semahal bahan bakar
Saat ini di Inggris sudah beredar dua merek mobil Hidrogen yakni Toyota Mirai, dan Infiniti ix35. Harganya di sana berkisar Rp 1 milyar. Pengurangan pajak untuk mobil ramah lingkungan memang membuat harga mobil ramah lingkungan kian terjangkau.
Baca Juga: Mesin Hebat Yang Lahir Karena Tuntutan Zaman
Foto: Dari berbagai Sumber
Jual mobil anda dengan harga terbaik
GIIAS 2024
IMOS 2024
Tren & Pembaruan Terbaru
- Terbaru
- Populer
Anda mungkin juga tertarik
- Berita
- Artikel feature
Mobil Pilihan
- Terbaru
- Yang Akan Datang
- Populer
Video Mobil Terbaru di Oto
Artikel Mobil dari Carvaganza
Artikel Mobil dari Zigwheels
- Motovaganza
- Tips
- Review
- Artikel Feature
- advice