Menguak Mimpi Mobil Otonomus
Autonomous Drive, Self Driving Car, Autopilot, bukan lagi sebuah teknologi imajiner yang ada pada layar televisi. Tahun 90an, ada sebuah serial di televisi yang membawa imajinasi para penggemar mobil dan juga anak-anak. Knight Rider, adalah serial fiksi tentang mobil yang kerap beraksi memerangi kejahatan.
Namun bukan aksinya yang menjadi inspirasi kami saat ini. Melainkan adalah kemampuan mobil tersebut yang membuatnya terkenang hingga saat ini. Yaitu kemampuan sang mobil untuk berjalan sendiri, atau yang dikenal saat ini dengan nama Autonomous Drive atau yang awam kita kenal dengan otonomus.
KITT, adalah nama mobil yang menjadi tokoh utama dalam film tersebut. KITT mempunyai sistem komputer dengan memori mencapai 1.000 megabit (1 GB)-memori ini terkesan canggih di tahun 1980-an, yang bisa memberikan perhitungan program hingga kecepatan nanosecond. Komputer supercanggih KITT memungkinkan mobil ini memiliki kemampuan berkomunikasi dengan pengemudi dan menjadi asisten bagi pengemudi di berbagai hal mulai dari hiburan, hingga berkendara otonomus.
Saat itu, mungkin tak terbayang oleh sutradara Knight Rider, bahwa di dekade pertama tahun 2000-an, teknologi ini sudah mulai berkembang dengan tingkat pertumbuhan yang bisa dibilang pesat. Ya, autonomous, self driving, atau autopilot merupakan teknologi yang memenuhi angan dan mimpi tak hanya para insinyur otomotif, namun mungkin banyak orang di seluruh dunia yang mendambakan situasi di mana mobil bisa berkendara sendiri dengan manusia hanya menjadi, well, ‘penumpang,’ tanpa perlu mengendarainya.
Namun, belakangan justru teknologi autopilot canggih tersebut malah diramaikan oleh kecelakaan yang menyebabkan satu nyawa melayang. Ya, kecelakaan Tesla Model S dengan fitur Autopilot yang terjadi awal Mei lalu, merenggut satu nyawa pengendaranya. Di sini kami pun tergelitik untuk mengetahui, bukankah teknologi ini masih dalam pengembangan? Lalu kenapa bisa ada fitur yang sudah aktif dan malah mencelakakan penggunanya.
Nampaknya ada pecahan puzzle yang hilang di sini. Sejak kapan fitur ini sudah mulai memasyarakat? Dan apakah masyarakat sudah siap menerimanya? Untuk itu kami akan bahas secara mendalam.
Awal Kemunculan Autopilot
Visi mengembangkan kendaraan dengan fitur yang mampu mengendalikan pengendaraan secara mandiri sudah muncul sejak tahun 1939. Saat itu pada ajang Worlds Fair, General Motors memaparkan sebuah visi di mana situasi berkendara masa depan dengan kendaraan-kendaraan yang bisa mengemudikan dirinya sendiri. Seperti dilansir Wired, GM dan RCA disebut sudah mengembangkan konsepnya lewat model skala kecil sistem jalan raya dengan mobil yang berkendara secara otomatis.
Visi pabrikan besar tersebut pun langsung diinterpretasikan oleh banyak insinyur di seluruh dunia untuk mengejar mimpi mobil yang bisa berkendara sendiri. Satu persatu jawaban pun muncul, bahwa yang dibutuhkan adalah teknologi untuk membaca medan dan kemampuan untuk mengendalikan perangkat dalam mobil.
Pada tahun 1977, peneliti Jepang, S. Tsugawa dari Tsukuba Mechanical Engineering Laboratory tercatat berhasil memasangkan dua buah kamera yang disambungkan dengan prosesor analog untuk menganalisa kondisi di sekitarnya dan melakukan pergerakkan. Mobil ini sanggup berjalan normal hingga kecepatan 30 kpj sebelum akhirnya terhambat oleh medan menanjak.
Aplikasi teknologi otonomus pun justru berkembang pesat pada penelitian luar angkasa. Insinyur luar angkasa asal Jerman, Ernst Dickmanns dari Bundeswehr University Munich, meluncurkan beberapa seri kendaraan otonomus pada tahun 1980an yang akhirnya membuatnya dijuluki ‘Pioneer mobil otonomus.’ Dickmanns memodifikasi Mercedes-Benz S-Class untuk dilengkapi dua buah kamera dengan resolusi 320 x 240 picel dengan jarak pandang hanya 100 meter. Kamera ini memiliki kemampuan menganalisas marka jalan, dan menentukan arah dalam simulasi lalu-lintas dari Munich ke Odense, Denmark.
Dari laman lain, disebutkan salah satu tonggak perkembangan mobil otonomus ditancapkan oleh Carnegie Mellon University, Amerika Serikat. Pada tahun 1995, sebuah Pontiac Trans Sport berhasil berkendara melintasi Amerika Serikat dari Pittsburgh ke Los Angeles. Sang pengemudi tetap ada di balik lingkar setir untuk mendukungnya mengambil keputusan yang darurat. Dari sepanjang perjalanan sekitar 98,2 % jarak ditempuh dengan hanya mengandalkan komputer.
Klasifikasi Otonomus
NHTSA (National Highway Traffic Safety Administration) mengeluarkan kebijakan terkait mobil dengan fitur otonomus. “Kami sangat bangga dengan teknologi mobil otomatis yang sedang berkembang saat ini, namun kami ingin memastikan bahwa keselamatan berkendara tetap dikedepankan dalam proses pengembangannya,” ujar NHTSA Administrator, David Strickland seperti dilansir laman resmi mereka.
Meski perkembangan teknologi self driving masih belum berhenti, NHTSA langsung mengeluarkan peraturan dan kebijakannya. Karena itu mereka merilis definisi mobil otonomus agar bisa dipahami oleh pabrikan dan diterapkan dengan baik oleh pengguna kendaraan.
NHTSA mendefinisikan kendaraan otonomus dengan 5 level.
1. No automation (Level 0), pengemudi bertanggung jawab penuh pada pengendalian mobil, gas, rem, kemudi dan tenaga setiap saat.
2. Function-Spesific Automation (Level 1), pengemudi pada level ini terlibat pada satu atau lebih pada pengaturan fungsi tertentu. Misalnya menyala-matikan ESC (Electronic Stability Control).
3. Combined Function Automation (Level 2), pada level ini otomatisasi fitur terjadi pada minimal dua fungsi penting yang berguna untuk menghilangkan kerja pengemudi pada fungsi tersebut. Misalnya saja Adaptive Cruise Control dan Lane Departure Assist. Pada fitur tersebut komputer akan mengambil alih gas, kemudi, dan rem pada level yang rendah.
4. Limited Self-Driving Automation (Level 3), pada kondisi ini, semua kendali diserahkan pada mobil, namun pengemudi masih dibutuhkan untuk waspada memberikan kontrol sesekali dengan maksud mengurangi beban pengemudi.
5. Full Self Driving Automation (Level 4), di level ini, kendaraan dirancang untuk mengontrol semua kendali hingga level paling kritis sekalipun. Sehingga penumpang hanya perlu menentukan lokasi tujuan saja dan tidak diharapkan mengambil kendali pada perjalanan.
Beberapa negara di Amerika Serikat dan Eropa pun sudah menetapkan berbagai aturan untuk mengatasi berbagai situasi yang terjadi tergantung dari level otonomus yang digunakan.
Era Modern
Tahun 2010, Google menjalankan program bernama Google Driverless Car yang dipimpin oleh Sebastian Thurm. Mereka memberangkatkan tujuh Toyota Prius yang sudah dilengkapi peralatan khusus seperti kamera 360, LIDAR dan radar untuk menentukan posisinya di peta. Satu supir tentu saja ditempatkan dalam setiap mobil, sebagai pendukung. Sistem ini berjalan dengan baik, bahkan belokan meliuk-liuk di San Fransisco, hingga pinggiran gunung pun bisa dijelajahi tanpa masalah berat.
Di tahun 2012, Google mengumumkan tim sudah berhasil menempuh jarak lebih dari 500.000 km tanpa satu insidenpun. Padahal di setiap jalannya, terdapat lalu-lintas aktif, dan bukan merupakan lalu-lintas yang disimulasikan. Program inipun terus berjalan dan mencatat jarak lebih jauh lagi tanpa insiden. Tahun 2016 tercatat 2,7 juta km sudah dijalani tanpa insiden. Bahkan jumlah mobil yang menjadi kendaraan projek pun bertambah. Terakhir diinformasikaan ada 23 SUV Lexus yang digunakan.
2015, mereka pun meluncurkan program lanjutan dengan menghilangkan unsur pengemudi. Jadi dalam mobil yang mereka rancang, tak ada lingkar kemudi, maupun satupun pedal rem, gas, atau apapun. Penumpang hanya dihadapkan pada tombol dan layar untuk menentukan arah.
Tahun 2015 pula, Tesla, pabrikan mobil listrik yang tak menggunakan bahan bakar setetespun mengupdate sistem mobil-mobil mereka. Dengan update sistem itu, ditambahkanlah fitur Autopilot pada setiap mobil yang melakukan pembaruan sistem. Fitur otonomus ini memungkinkan Tesla Model S untuk bisa berkendara secara otonomus mulai dari keluar dari tempat parkir, melaju di jalan raya, hingga menentukan tempat parkirnya. Semua pemilik Tesla pun bisa mendapatkan fitur ini. Langkah ini adalah lompatan jauh yang belum bisa diikuti pabrikan manapun.
Volvo, pabrikan mobil yang sudah cukup lama mengembangkan teknologi ini, merilis fitur semi-otonomus pada S90, V90, dan XC90 dengan nama fitur Pilot Assist. Meski mobil menjadi pengendali kecepatan dan arah, namun peran pengemudi disebut Volvo tetap dibutuhkan untuk mengambil keputusan kritikal. Mereka sebenarnya juga sudah mempunyai fitur otonomus full, namun hingga saat ini, Volvo dengan teknologi di mana mobil adalah pengambil semua keputusan, belum juga diluncurkan untuk umum. Google sekalipun, yang merupakan perusahaan teknologi paling maju masih melakukan pengujian terhadap mobil otonomus level 4.
Pro Kontra
Tahun 2016, menjadi catatan suram bagi perkembangan teknologi otonomus. Pada 7 Mei, John Brown yang mengendarai Tesla Model S di jalan raya dengan mode Autopilot, menerjang truk trailer 18 roda yang melintas di depannya. Tesla milik Josh pun menabrak truk begitu saja, dan menghempaskan bagian atap mobilnya, mobil pun terus berjalan dengan kondisi atap terlepas meski kehilangan arah hingga akhirnya menabrak pagar pembatas dan gardu listrik.
Kecelakaan ini merupakan pertama kalinya teknologi otonomus mengalami kecelakaan parah dan merenggut nyawa korban. Elon Musk, orang nomor 1 di Tesla pun diminta menghadap langsung ke Ketua Komite Transportasi, Ilmu Pengetahuan dan Komersial Senat Amerika Serikat, Senator John Thune. Panggilan ini ditujukan bagi Elon Musk dan timnya agar dapat menjelaskan apa yang menyebabkan kecelakaan bisa terjadi dalam aplikasi fitur otonomus atau Autopilot di mobil. Senat tergugah untuk membuat peraturan nasional mengenai fitur ini.
Di banyak negara, bukan hanya Amerika Serikat, tanggapan-tanggapan pro-kontra pun menyeruak. Banyak pihak yang meminta Tesla melakukan kajian ulang pada sistemnya dan terlebih dahulu menggunakan fitur ini pada lalu-lintas yang terkontrol, ada pula yang mendesak regulator untuk membuat peraturan yang mengetatkan penggunaan fitur ini.
Kesimpulan
Pindah ke tahun 2014, saat itu saya sendiri sempat mencoba sebuah mobil mewah. Mercedes-Benz C-Class. Ada satu fitur yang cukup unik dari mobil ini, yaitu kemampuannya untuk parkir secara otomatis. Dengan hanya memerintahkan komputer lewat beberapa tombol, mobil akan mencari ruang parkir menggunakan sensor ultrasonik. Begitu didapat, maka pengemudi tinggal memberi perintah lagi agar mobil mengambil kendali untuk memarkirkannya. Voilla, lingkar kemudi pun perlahan berputar dan mengarahkan mobil ke slot parkir yang ada.
Masih di tahun yang sama, saya sempat mengendarai Jeep Cherokee Trailhawk. Mobil ini memiliki fitur adaptive cruise control dan Lane Departure Assist. Dalam kondisi fitur adaptive cruise control aktif, komputer akan menjaga kecepatan konstan sekaligus menjaga jarak dan mengatur kecepatan sesuai dengan lingkungan di sekitar mobil. Arahnya? Memang tak ditentukan. Namun jika mobil keluar dari lajur, maka komputer akan membaca marka dan menggerakkan setir untuk mengembalikan arah mobil ke lajur seharusnya.
Di tahun yang sama pula, saya mencoba sendiri fitur di mobil Mazda yang memungkinkan sistem membaca rintangan di hadapan mobil dan mengambil alih pengereman ketika saya alpa untuk mengambil tindakan.
Melihat fitur-fitur yang sudah saya coba di atas saja, yang terkategori dalam otonomus level 2, di mana saya masih harus menjaga beberapa tindakan untuk memastikan fitur bekerja dengan baik, ternyata masih belum banyak yang memahami penggunaan teknologi ini. Penggunaan fitur-fitur tersebut, belum banyak diterapkan oleh pemilik mobil, padahal ini merupakan fitur pemandu yang dapat mengurangi beban sang pengemudi.
Di sini Agen Pemegang Merek sebagai produsen harus lebih proaktif memberikan edukasi tentang fitur-fitur tersebut, bagaimana fungsi dan cara kerjanya pada pengguna. Dan tentunya sebelum berani merilis sebuah teknologi, pengujian sistem secara komprehensif, perlu dilakukan. Pengemudi sebagai pengguna, juga harus rela belajar dari awal mengenai teknologi tersebut.
Fitur otonomus, hingga saat ini belum ada yang dirilis untuk publik dengan melepaskan kewajiban pengemudi untuk mengendalikannya. Fitur ini hadir sebagai pembantu Anda ketika lelah, dan bukan sebagai supir pribadi yang bisa Anda lepas. Membaca koran sambil berkendara 60 km/jam? Jangan harap itu terjadi dalam waktu dekat.
Source news :wired.com, NHTSA, Google
source foto : newspress UK, Newspress USA
Jual mobil anda dengan harga terbaik
GIIAS 2024
IMOS 2024
- Terbaru
- Populer
Anda mungkin juga tertarik
- Berita
- Artikel feature
- Terbaru
- Yang Akan Datang
- Populer
Video Mobil Terbaru di Oto
Artikel Mobil dari Carvaganza
Artikel Mobil dari Zigwheels
- Motovaganza
- Tips
- Review
- Artikel Feature
- advice