Road Test BMW 320i Sport: Masih Menyenangkan? (Part-2)
Entry level BMW 3-series jelas semakin pintar, dewasa, terkomposisi, sekaligus praktis dari segi daftar kelengkapan. Juga berdasar pandangan pertama. Namun, semua ini terdengar membosankan kalau belum langsung mencoba. Usai ‘catching up’ dengan perbincangan awal, kini saatnya untuk mengenal esensi sebuah eksekutif kompak berdarah sporty: Kenikmatan Berkendara. Masihkah ia menawarkan hal itu?
“Kita Jalan, Yuk!”
Melirik data spek, 320i Sport mengenakan jantung serupa dari 320i generasi F30. Maka dari itu, tak banyak berekspektasi soal tenaga. Merupakan unit inline-4, 1.998 cc, B48 berteknologi TwinPower Turbo. Secara output nyaris identik, sanggup membuncahkan daya sebesar 184 hp pada 5.000 samai 6.000 rpm. Persis. Kendati begitu, torsi ditingkatkan sehingga kini menyentuh angka 300 Nm. Seluruh ekstraksi ini tersalur ke roda belakang melalui girboks otomatis 8-percepatan.
Awal diberikan kunci dan dipersilahkan untuk melaju, saya tak berekspektasi ia terlahir sebagai pelari hebat. Karena bukan itu peruntukan kasta terbawah, walau tidak bisa dibilang payah. Untuk penggunaan harian dalam kota, daya tersalurkan jauh melampaui kata cukup. Penyajian ekstrak buah B48 linier, tidak membuat hentakan tak nyaman kapanpun ingin berakselerasi – padahal tersemat rumah keong pencipta tenaga.
Begitu pula kala mencoba berlari di ruas tol. Ketersediaan daya tergolong berlimpah untuk melibas jalur kosong. Mau itu rolling start ataupun standing start, ia sanggup memberikan senyum meski bukan tawa. Disayangkan permukaan jalan bebas hambatan di Jakarta dan sekitarnya kurang nikmat untuk dilibas. Ditambah lagi G20 bukan highway cruiser nan nyaman. Habitat justru bertempat di daerah pegunungan berkelok. Lantaran bantingan suspensi berada di spektrum sporty ketimbang elegan. Agak kaku dan bumpy.
Sebagai catatan, suspensi kaku tidak terlalu mengganggu kenyamanan komutasi harian. Ayunan kaki-kaki tidak sampai terasa seperti naik gerobak, hanya saja informasi perubahan kontur jalan cukup gamblang dijelaskan ke kabin. Ia cenderung berupaya untuk meyakinkan bahwa banyak grip tersedia saat menikung.
Karakteristik ini sendiri menunjukkan sikap atletis khas 3-series. Disokong oleh ketajaman rasio kemudi tanpa mengompromikan radius putar. Bayangkan U-turn di bilangan Fatmawati arah Panglima Polim, kolong MRT. Masing-masing arah hanya tersedia dua ruas sempit dan G20 sukses berputar tanpa ‘mabal’ ke trotoar. Pun saat lurus, perpindahan jalur dilakukan sangat gesit dan ringan.
Tiga mode berkendara disiapkan untuk menunjang keinginan si pengemudi. Settingan berpengaruh pada respons pedal, bobot setir, dan titik perpindahan gigi. Secara default dipasangkan mode Comfort. Ia berperilaku sebagaimana mestinya, tidak sensitif ataupun lambat. Begitu memilih Sport, 320i berpindah ke kepribadian responsif ‘senggol bacok’. Sedikit saja menginjak throttle, pitam langsung naik. Juga bobot setir semakin ringan saat kecepatan rendah agar terasa tajam. Perpindahan girboks berada di RPM rentang atas.
Lantas begitu memilih Eco, ia bertindak santai tanpa beban. Laksana menikmati deru ombak dan angin pantai di libur panjang. Tak ada keinginan untuk berlari, perpindahan gigi dilakukan secepat mungkin agar putaran mesin tidak menyanyikan nada tinggi berlama-lama. Kelewat rileks.
Oke, gesit dan ringan menjadi sikap bawaan mobil. Namun, pandangan mata seakan tak selaras dengan pergerakan tangan dan kaki dalam mengontrol mobil. Kemanapun memandang, terasa mengendarai sedan besar. Entah mungkin saya yang terlalu terbiasa dengan versi nenek moyang (E30) nan imut. Patokan-patokan sudut bagai tenggelam dari windscreen, dan bokong jauh dari spion. Beruntung seperangkat sensor siap bantu memantau sekitar.
Rasa penasaran justru berpusat ke asistensi berkendara. Sebab Seri-3 menciptakan benchmark anyar di kelas sedan kompak mewah soal driving assistance. Dua komponen utama adalah parking assistance dan reversing assistance. Basement kantor saya gunakan sebagai trek pengujian parking assistance. Sebagai gambaran, basement ini bukan sejenis tempat ekstra luas. Berukuran menengah ke bawah kalau boleh dibilang. Jalur mobil kurang lebih berukuran dua mobil pas namun tidak memungkinkan untuk parkir paralel.
Parking assistance di 320i Sport sudah sangat mandiri. Ia bantu menemukan ruang kosong untuk parkir. Ketika sudah di-approve oleh pengemudi, ia akan bergerak secara otonom tanpa perlu diganggu. Mundur, maju, rem, memutar setir, semua terlaksana sendiri sampai terparkir rapi.
Lalu, ada Reversing Assistance. Saat ini hanya dimiliki G20. Saya menguji di jalan buntu dekat tempat tinggal. Dicoba dengan melakukan gerakan zig-zag sebelum berbelok ke jalan tertutup portal. Saat mundur, setir akan bekerja sendiri namun pedal gas dan rem tetap harus dikendalikan. Hasilnya akurat, G20 dapat mundur dengan mengikuti arah masuk sampai 50 meter.
Asistensi pergerakan mundur kian lengkap dengan brake assist. Ketika menghadapi rintangan di belakang, mobil akan mengerem mendadak bila pengemudi lalai memantau. Kadang mengganggu karena lonjakan permukaan tinggi sering terbaca sebagai rintangan penghadang.
Si Abu ini pun seakan berkata “Sila berfokus dengan kenikmatan berkendara ke depan, apapun bentuk pergerakan mundur serahkan semua ke saya.”
Melewati lima hari kesana kemari, jarak tempuhan mencapai 230,4 kilometer. Tidak terlihat jauh memang, tapi setidaknya dapat memberikan gambaran sehaus apa selama berkeliaran di dalam kota. Jika berkaca pada rekaman data kendaraan, konsumsi perjalanan dalam kota yang tak terlalu padat dicatatkan paling baik 13,2 km/liter. Ini setelah berjalan di kondisi yang bisa dibilang tidak lowong namun tidak juga macet total.
Puas berlari menjajal potensi di tol, catatan itu kemudian menurun jadi 10,8 km/liter. Dinamika berkendara cukup ekstrem, dalam arti dari melaju konstan lalu membejek gas sehabisnya. Itu terjadi berulang-ulang kali. Wajar bila menurun. Namun, dari perhitungan nyata, jarak sejauh 230,4 kilometer menghabiskan bensin sebanyak 29,138 liter. Berarti terhitung sanggup menempuh 7,9 kilometer per liter bensin.
Boros? Tidak untuk mesin 2.000 cc mengembara di tengah kepadatan ibukota. Selama pengujian ini pun kami banyak terhenti di kemacetan total. Stop and go seringkali ditemui. Ambil contoh jalur masuk flyover Kuningan di sore hari dari arah KH Mas Mansyur. Lalu menembus macetnya Jalan Sudirman di waktu pulang kantor. Belum lagi ditambah banyak idling saat pengambilan video serta kondisi lain membuat mobil semakin haus.
Kencan Romantis di Malam Terakhir – Lady in Grey
Setelah lima hari wara-wiri, tak terasa waktu kami berdua harus berakhir. Tak mau menyia-nyiakan kesempatan, saya ajak jalan untuk terakhir kali meski badan terasa remuk. Setelah menghabiskan siang dan malam menguji sekaligus menggarap konten lain. Entah mengapa malam terakhir itu romantis. Hujan rintik mengguyur Jakarta, dan tanpa diduga tembang Lady in Red dari Chris de Burgh berputar di radio. Menambah nikmatnya malam syahdu.
Ya, saya tidak pernah melihat Seri-3 secantik ini. Belum pernah juga melihat penerangan 3er secerah G20. Terobosan Laser Light nan terang memberikan pencahayaan jauh ke depan. Fitur dalam lampu pun membuat kami selalu berdansa bersama. Seperti malam itu dan malam-malam sebelumnya: “The lady in red (grey) is dancing with me, cheek to cheek”
Ketika mengarah ke kiri, sudut pencahayaan akan mengikuti. Sementara itu ketika memutar setir ke kanan, titik penerangan bertambah perlahan sesuai posisi setir. Begitulah caranya berdansa di malam hari. Tak lupa mood kabin dibuat semakin mendukung suasana lewat seleksi ambient light. Biru dipilih untuk menggambarkan ketenangan dan sejuknya malam terakhir itu. “I will never forget the way you look tonight”
Simpulan
Tradisi kental Seri-3 ditumpahkan pada trim terbawah. Mainan canggih dan teknologi asistensi berkendara menetapkan standar baru dalam segmen sedan eksekutif kompak. Fitur-fitur sekunder pun fungsional tanpa basa-basi. Canggih dan sesuai banderol, menyenangkan dan memikat hati untuk dapat dimiliki.
Handling lincah dan ringan patut diacungi jempol. Disayangkan bantingan agak keras, kadang mengganggu jika permukaan jalan tidak mulus. Namun, karakteristik ini tidak serta merta dianggap buruk. Malah menciptakan keyakinan kala menikung lantaran sanggup menahan postur tegap. Potensi mesin tidak signifikan berubah dari model pendahulu, cenderung moderat di kelasnya, menawarkan keseimbangan performa dan konsumsi bahan bakar. (Krm/Odi)
Baca Juga: Road Test BMW 320i Sport: Kembali Mengenal Seri-3 Setelah Puber (Part-1)
Jual mobil anda dengan harga terbaik
-
Jelajahi BMW 3 Series Sedan
Model Mobil BMW
Promo BMW 3 Series Sedan, DP & Cicilan
GIIAS 2024
IMOS 2024
Tren & Pembaruan Terbaru
- Terbaru
- Populer
Mobil Unggulan BMW
- Terbaru
- Populer
Video Mobil BMW 3 Series Sedan Terbaru di Oto
Bandingkan & Rekomendasi
|
|
|
|
|
Mesin
1998
|
2487
|
1798
|
1496
|
1332
|
Tenaga
184
|
176
|
190
|
204
|
163
|
Tempat Duduk
5
|
5
|
5
|
5
|
5
|
Jenis Transmisi
Otomatis
|
CVT
|
Otomatis
|
Otomatis
|
Otomatis
|
|
Tren Sedan
- Terbaru
- Yang Akan Datang
- Populer
Artikel Mobil BMW 3 Series Sedan dari Carvaganza
Artikel Mobil BMW 3 Series Sedan dari Zigwheels
- Motovaganza
- Artikel Feature