Pursang E-Track: Respons Legenda Trail Spanyol Menuju Era Elektrifikasi
Pursang bukan nama baru bagi pemerhati trail lawas. Era 70-80an, motor bernama Bultaco sempat meramaikan segmen penakluk tanah bermesin dua tak, yang kemudian hilang dari peredaran. Lebih dari empat dekade kemudian - saat namanya pun mulai dilupakan – seseorang menghidupkan kembali jenama legenda trail Spanyol. Perkembangannya signifikan. Bukan lagi menyetop polusi asap putih, E-Track, produk barunya, mengadopsi sumber tenaga dari teknologi bersih.
Jim Palau-Ribes, pria yang seumur hidupnya bekerja di lingkup industri otomotif, menjadi penggagas semua ini. Berbekal pengalaman mendesain untuk Mazda, PSA Peugeot Citroen, Lamborghini, Seat dan Audi, kini ia memilih mewujudkan mimpinya: Menghidupkan kembali masa keemasan motor lintas alam Spanyol.
Namun tak mentah-mentah menjiplak rancang bangun masa lalu. Ia sadar betul, semuanya perlu beradaptasi. Memasang dapur pacu dua langkah bukan solusi hari ini. Era elektrifikasi sudah di depan mata, menuntut sebuah produk progresif.
Karena itulah E-Track lahir. Sosok flat tracker ini sama sekali tak memproduksi gas karbon. Tiga baterai 48V yang jadi sumber energi, menghasilkan daya 7,2 Kw. Lantas diterjemahkan motor elektrik 11 KW buatan BOSCH melalui penggerak rantai.
Baca Juga: AKO Trike, Tak Cukup Merayu dengan Jargon Niremisi
Ia cukup kuat untuk diajak lari cepat. Klaim pabrik mengatakan kecepatan puncak di angka 120 kpj. Lantas karakternya pun dapat dipersonalisasi, namun tentu berpengaruh pada jarak tempuh. Semisal mode Boost, alias full power, membuat throttle lebih sensitif, tapi hanya sanggup 80 km. Sementara mode cruise maksimal 120 km, serta Go 160 km. Waktu pengisian dayanya sendiri memakan waktu enam jam.
Seluruh rangkaian tadi menempel sempurna dipeluk rangka tubular. Tak terlihat dipaksakan, proporsional. Kita tahu, terkadang peletakan jantung elektrik di motor telanjang, kerap terlihat kebesaran, atau bahkan kekecilan. Malah di lain kasus, bentuknya jadi seperti CPU komputer berukuran ekstra.
Eksekusi Pursang di bagian ini cukup rapi. Bahkan bawahnya menyerupai blok mesin, lengkap dengan aksen timbul meniru bentuk crankcase. Memang, area yang biasanya menjadi kepala silinder combustion engine ditutup cover. Tapi rasanya lebih baik begini, ketimbang mempertontonkan sesuatu yang kurang elok.
Amunisi suspensi E-Track tampaknya sudah mumpuni untuk bergerilya di tanah. Fork upside down 41 mm dari Olle menopang guncangan roda depan. Ditemani monoshock adjustable belakang dari merek sama, serta swing arm aluminium tebal. Demi memperkuat karakter, dipasang juga pelek jari-jari berbalut ban Pirelli Scorpion.
Lantas desain bodi, sebetulnya sederhana. Tak banyak panel menempel, mengingat ia berjenis Flat Tracker. Kiblatnya komposisi motor lawas: Lampu buat, “tangki”, jok tipis, serta buntut pendek. Hanya ada sedikit aksen sayap di sisi jok dan dekat fork.
Menariknya, hampir seluruh panel yang disebutkan tidak dicat. Melainkan dilaminasi serat karbon. Meski sifatnya sebagai penghias – bukan untuk reduksi bobot – E-Track berhasil menyiratkan kesan mahal, sekaligus sporty. Jok kulit coklat muda juga menjadi aksen kontras di antara permukaan gelap lainnya, supaya tak membosankan.
Pursang E-Track belum dijual. Oktober tahun ini mereka baru bakal merilis sang legenda ke pasaran, dengan estimasi banderol EUR 13.700, atau sekitar Rp 222 jutaan. Jumlah yang disiapkan pun tak banyak, kurang dari 25 unit untuk delivery pertama. (Hlm/Odi)
Baca Juga: Inilah UBCO 2x2, Moped Adventure Elektrik Paling Tangguh
GIIAS 2024
IMOS 2024
- Terbaru
- Populer
Anda mungkin juga tertarik
- Berita
- Artikel feature
- Terbaru
- Yang Akan Datang
- Populer
Video Motor Terbaru di Oto
Artikel Motor dari Zigwheels
- Motovaganza
- Tips
- Review
- Artikel Feature