Menakar Potensi Motor Listrik 2020, Akankah Naik Tajam?
Regulasi soal kendaraan niremisi sudah rampung, walau masih dalam cakupan Provinsi DKI Jakarta. Anies Baswedan, mengeluarkan Pergub yang memberi insentif pajak bea balik nama kendaraan bermotor (BBN-KB) berbasis listrik, baik roda dua maupun roda empat atau lebih. Artinya, tiap unit kendaraan yang murni digerakkan tenaga listrik, terbebas dari biaya BBN-KB. Hal ini boleh jadi menstimulasi para pabrikan memasarkan motor elektrik. Dan sekaligus membuat masyarakat terbujuk untuk menggunakannya. Namun seberapa jauh potensinya?
"Pada siang hari ini saya mengumumkan Peraturan Gubernur Nomor 3 Tahun 2020 tentang insentif pajak bea balik nama kendaraan bermotor atas kendaraan bermotor listrik berbasis baterai untuk transportasi jalan. Pemprov DKI menjadi Pemerintah Provinsi pertama yang mengeluarkan peraturan pembebasan BBNKB," kata Anies Baswedan, Gubernur DKI Jakarta, dilansir dari Liputan6 (23/01).
Regulasi itu hanya berlaku pada kendaraan yang murni berbasis energi listrik dari baterai. Tidak mencakup teknologi hibridia maupun semi elektrik. Dan ini berlaku mulai 15 Januari 2020 hingga 31 Desember 2024, atau lima tahun ke depan. Meliputi kendaraan pribadi dan kendaraan yang digunakan untuk transportasi umum listrik berbasis baterai.
Adanya wadah hukum yang jelas memang sangat baik. Namun kami kira terdapat beberapa tahapan yang hilang. Misal, soal teknologi hibridia saja, masyarakat belum terbiasa. Bahkan sampai saat ini masih "dianaktirikan" regulasinya - membuat nilai jual sangat mahal. Padahal, teknologi itu seharusnya bisa menjembatani pemahaman masyarakat tentang efisiensi berkendara serta pentingnya reduksi emisi gas buang.
Baca juga: Skuter Listrik Ini Mirip Honda PCX
Penggunaan motor full elektrik pun kami rasa masih dianggap bagian dari lifestyle, bukan kebutuhan. Tak semua orang berpikir betapa praktis, hemat dan mulianya tidak menyumbangkan emisi gas buang ke udara. Dan edukasi mengenai hal ini perlu diprakarsai oleh pabrikan motor, serta pemerintah, sebagai pemangku kepentingan.
Masuk akal juga jika keraguan masyarakat terhadap kesiapan infrastruktur masih ada. Kita tahu, stasiun pengisian daya tak mudah ditemukan di Jakarta. Skema rantai pasokan baterai yang digadang bakal tersedia di berbagai titik, hingga sekarang belum terealisasi.
Rumah konsumen masih menjadi tempat paling memungkinkan untuk mengisi ulang baterai. Betul, rumah berdaya listrik kecil sudah sanggup menahan beban proses charging. Dan rata-rata jarak tempuh motor listrik yang ada ada di pasaran telah memadai. Namun tak menutup kemungkinan, sang pengendara kehabisan energi listrik di tengah perjalanan. Wajar jika muncul asumsi prematur soal ketidakpraktisan.
Berikutnya soal kesiapan mekanik. Selama ratusan tahun, manusia terbiasa dengan mekanisme mesin bakar. Transisi ini membutuhkan pemahaman jauh berbeda. Fasilitas perbaikan dan perawatan motor listrik yang tersedia pun tak bisa dibilang banyak. Mungkin hanya segelintir orang saja yang paham. Sehingga lumrah jika ada rasa khawatir saat terjadi kerusakan atau pun menyoal durabilitas.
Pada intinya, kebijakan perlu berjalan beriringan dengan instrumen-instrumen pendukung. Pamor motor listrik boleh jadi mulai merangkak naik tahun ini. Tapi kami rasa tak akan signifikan. Mengingat masih banyak hal-hal yang perlu disiapkan untuk mendukung beroperasinya teknologi semacam itu. (Hlm/Ano)
Baca juga: Skuter Listrik Bajaj Chetak, Saingi Vespa
GIIAS 2024
IMOS 2024
- Terbaru
- Populer
Anda mungkin juga tertarik
- Berita
- Artikel feature
- Terbaru
- Yang Akan Datang
- Populer
Video Motor Terbaru di Oto
Artikel Motor dari Zigwheels
- Motovaganza
- Tips
- Review
- Artikel Feature