Review Test Motor Listrik Smoto TC: Jadi Pusat Perhatian, Tapi Ada Beberapa Kekurangan
Akhirnya kami memiliki kesempatan untuk menguji Smoto TC. Patut disebutkan bahwa sepeda motor listrik ini membuat banyak orang cukup terkesan. Sebab dirinya membawa nuansa baru dari segi tampilan. Mengusung gaya retro dalam balutan teknologi masa depan. Selama pengetesan, ia selalu menjadi pusat perhatian. Visualnya menarik dan sunyi alias tak ada suara yang dihasilkan.
KEY TAKEAWAYS
Harga motor listrik Smoto TC
Ditawarkan dengan banderol Rp68 jutaBuat pengujian kali ini tak hanya untuk menjawab rasa penasaran, kami juga ingin mengetahui bagaimana berkendara dengan sepeda motor listrik di perkotaan meski ekosistem penunjang belum banyak tersedia. Lebih lengkapnya, simak ulasan kami.
Posisi Riding Mirip Cafe Racer
Bicara dimensi, ternyata Smoto TC ini tidak sebesar yang kami bayangkan. Punya panjang 1.926 mm, lebar 710 mm dan tinggi 1.100 mm. Tak ada informasi mengenai ketinggian jok dan ground clearancenya. Dengan tinggi rider 173 cm, kedua kaki bisa menapak dengan sempurna ke tanah. Buat rider yang punya postur di bawah saya atau minimal 165 cm juga dijamin tak bakal kesulitan saat menggapainya. Apalagi motor ini beratnya cuma 83 kg sudah termasuk satu baterai.
Kontur kursinya agak tipis. Untuk menopang beban rider 70 kg terasa keras. Tapi dengan model mengecil di bagian depan, paha mudah mengapit bodi tengah. Setang menggunakan model chump, tapi tidak terlalu tinggi. Posisi badan tidak terlalu tegak maupun menunduk, jaraknya pas untuk menggenggam handgrip.
Posisi duduk hingga menggapai setang cukup nyaman. Namun lain hal buat pijakan kakinya. Karena pakai layout layaknya mengendarai cafe racer, bagian sendi lutut belakang serta betis ke bawah jadi mudah lelah. Tapi hal ini tergantung postur tubuh rider. Secara keseluruhan posisi berkendaranya mirip motor sport fairing, hanya saja tanpa stang model clip-on.
Bicara visibilitas ia cukup baik. Penggunaan setang model chump dan spion bulat juga cukup membantu. Untuk melihat panel meter juga tergolong mudah. Cukup menunduk sedikit, semua terlihat jelas, meski saat menggunakan helm full face. Hanya saja ketika mengaktifkan sinyal belok, indikatornya tidak terlalu terlihat. Beda cerita kalau di malam hari. Di lain sisi, Smoto TC ini merupakan tipe motor yang fleksibel. Ia dapat mengikuti gaya berkendara masing-masing rider.
Sensasi Berkendara
Walau durasi pengujian hanya tiga hari, buat mengeksplorasi lebih jauh motor bebas polusi ini sudah cukup. Impresi berkendara soal performa tergambarkan secara gamblang. 90 persen pengetesan kami lakukan di Ibukota. Buat memvisualisasikan kaum urban yang menginginkan kendaraan ramah lingkungan.
Baca juga: Charged Indonesia Memperkenalkan Motor Listrik Rimba, Hasil Kolaborasi dengan Profauna
Menurut catatan pabrik, ia punya modal dinamo motor dari Bosch sebesar 3.000 watt dan baterai sebesar 60V 30Ah. Tenaga motor penggeraknya kalau dikonversi ke horse power berarti menghasilkan sekitar 4 hp. Sementara torsinya 150 Nm. Buat kecepatan maksimal klaimnya 80km/jam (switchgear 3).
Sensasi pertama yang kami rasakan ketika memencet tombol ‘start’. Ada bunyi yang mencerminkan kendaraan masa depan. Begitu pula jika mati-nyalakan menggunakan remote. Buat menjalankannya, pastikan ada indikator bertuliskan ‘Ready’ di panel instrumen.
Kemudian cara berkendara. Duduk di atasnya memang seperti bawa motor jenis cafe racer tapi secara pengoperasian layaknya skutik. Sebab tuas rem depan dan belakang ada di setang. Footpeg hanya buat meletakkan kaki. Jadi selama perjalanan, kaki kiri maupun kanan tak ada aktivitas kecuali saat posisi berhenti.
Seperti kita tahu, kondisi jalan raya dalam kota lebih didominasi dengan kemacetan. Untungnya ia memiliki 3 mode untuk dipilih. Switchgear 1-2-3 ada di sebelah kanan setang. Sebetulnya ini bukan riding mode yang biasa kita temui di motor-motor besar. Hanya memberikan batas kecepatan yang dapat ditempuh.
Opsi 1 kecepatannya ada di angka 50km/jam. Ini biasa kami pilih saat melalui jalan komplek perumahan atau lalu lintas sedang macet. Penyaluran dayanya ‘smooth’. Masih dalam kondisi stop and go, saat sedang berjalan dan ingin menyalip kendaraan, langsung saja pindah ke pilihan kedua. Agar ada tambahan daya dorong. Tapi tetap harus hati-hati, jangan memuntir gas terlalu dalam ketika dalam situasi padat kendaraan. Saluran dayanya instan.
Begitu mencoba melewati jalanan menanjak, ia masih bisa melibas tanjakan. Hanya saja membutuhkan waktu lebih lama dibanding motor konvensional jenis skutik 125 cc, karena lajunya jadi melambat. Tapi kuncinya harus menjaga momentum di awalan dan memprediksi opsi switchgear sebelum menuntaskan jalan menanjak itu.
Puncaknya jika keadaan cukup lengang, opsi ketiga menjadi pilihan terakhir. Ya, ia bisa meraih kecepatan tertinggi hingga 80 km/jam. Tapi untuk meraihnya butuh waktu lama dan jarak lumayan panjang. Jadi selama perjalanan, fokus rider tidak hanya melihat keadaan sekitar tapi juga harus pintar memainkan peran jempol kanan buat mengubah opsi switchgear.
Hanya saja pengoperasian tombol lampu sein masih jadul. Untuk menonaktifkan harus menggeser tuas. Lazimnya tinggal pencet, mungkin ingin menunjukkan kesan old style. Dan selama berjalan, baiknya jangan gunakan autolamp, karena yang menyala hanya bagian DRL saja. Bagusnya pencet tombol standby biar ketika ingin menyalip terlihat di spion kendaraan lain.
Oh iya, akselerasi Smoto TC dari diam hingga bergerak tergolong halus. Buka gas sampai mentok juga tidak membuatnya menjadi liar. Masih gampang dikendalikan. Dan sebagai catatan, tidak ada pengereman di motor penggerak. Jadi melepas throttle tidak berarti ada perlambatan tiba-tiba atau kehilangan kecepatan.
Mungkin buat Anda yang terbiasa dengan motor bermesin bensin, ketika mencoba Smoto TC membutuhkan waktu buat beradaptasi. Rasa, gaya, dan sensasinya sangat berbeda. Harus sabar. Meski demikian, menggunakan Smoto TC selama tiga hari di Ibukota sangat menyenangkan, sebab selalu menjadi pusat perhatian.
Daya tarik lainnya dari Smoto TC yakni punya teknologi tombol start layaknya sebuah mobil. Buat mengoperasikannya hanya butuh remote yang sangat mudah dibawa atau dikantongi. Sementara untuk menyala-matikan cuma dengan sentuhan tombol di ujung tangki. Tapi ketika parkir harus mengunci setang secara konvensional. Letaknya di dekat segitiga kemudi sebelah kanan.
Urusan keamanan tidak hanya itu. Tinggal pencet tombol ‘mengunci’ yang ada di remote. Bila motor bergerak, alarm langsung berbunyi dan mengunci roda belakang. Selain itu, ketika berhenti di traffic light, tekan tombol merah di setang kanan hingga muncul indikator ‘P’ warna hijau. Maka motor tidak dapat dijalankan walau gas diputar.
Handling Asyik Tapi Suspensi Keras
Ia punya wujud seperti motor laki yang memiliki tangki di depan. Tapi nyatanya bagian dalam terdapat dua slot buat meletakkan baterai. Buat baterai utama posisinya persis di tengah-tengah bodi. Distribusi beban di tengah membuatnya lincah saat diajak bermanuver.
Berkat dimensi yang kompak, pergerakannya juga tidak menyulitkan pengendara. Masuk di antara mobil juga tidak perlu khawatir. Cuma harus bisa memprediksi kaca spion yang lumayan tinggi. Kendali kemudi cukup mudah, tak perlu ragu kala melakukan manuver. Nyatanya ketika berada di kemacetan, dirinya dapat meliuk-liuk dengan gampang.
Karena pijakan kaki ke belakang, harus pintar cari posisi duduk. Pada saat di jalanan lurus, enaknya dengkul dan paha dalam mengapit bodi tengah. Jika tidak, hantaman angin dari depan cukup menghambat pergerakan motor. Maklum ini sepeda motor listrik, biar lebih efisien dalam penggunaan daya baterai, meski tak terlalu signifikan.
Satu hal yang membuatnya kurang enak dikendarai. Jujur saja, ini bukan sepeda motor yang ingin kami kendarai terlalu lama di jalanan kota. Walau mengandalkan model upside down di depan dan tunggal di belakang, bantingannya terasa kurang nyaman. Kedua peredam kejutnya berkarakter keras. Ketika melewati jalan sedikit bumpy atau permukaan tidak rata, pinggul, pinggang hingga bokong terasa mendapat hantaman dari jok. Rasanya seperti naik sepeda gowes yang belum didukung suspensi. Butuh tingkat kesabaran ekstra kalau dipakai buat beraktivitas sehari-hari.
Begitu pula kala membonceng penumpang. Rider dan orang belakang seakan rebutan jok buat mencari posisi duduk. Wajar saja, ukuran joknya tidak terlalu panjang. Walau bobot sudah ditambah, suspensinya tetap saja tidak memberikan kenyamanan. Entahlah!
Roda Licin, Pengereman Aman
Ia pakai roda 17 inci dengan ukuran ban 90/80 di depan dan 110/70 belakang. Meski dimensinya kompak, efek berkendara jadi layaknya motor konvensional. Tapi kulit bundar lansiran Cordial tidak membuat handling Smoto TC menjadi baik. Compound-nya keras dan daya cengkeram ke aspal jadi licin. Walau begitu, kontur dan kembangan bannya sangat berguna kala melewati jalan basah.
Kalau soal pengereman, depan-belakang sudah pakai cakram. Disk depan berukuran 240 mm yang dijepit dengan dua piston. Belakang berukuran 180 mm dengan diapit single piston. Tapi anehnya cakram bagian depan tidak diberi lubang buat menghempas panas setelah bergesekan dengan kampas. Sementara piringan belakang terdapat lubang. Mungkin karena ingin memperkuat karakter old style. Tapi tak mengapa, toh motor ini kecepatannya dibatasi dan bobotnya tidak berat. Demi keamanan juga telah dibekali sistem CBS (Combi Brake System).
Metode Pengisian dan Durasinya
Lantaran ekosistem pengecasan buat sepeda motor listrik belum banyak, rider harus pintar menyiasati jarak tempuh dan waktu pengecasan. Sebab bila baterai habis, membutuhkan waktu sekira 6 jam untuk sampai penuh.
Saat kami menempuh jarak 40 km, daya baterai sudah termakan 52 persen atau di panel instrumen terlihat sisa 48 persen. Sampai di lokasi, parkir motor lalu mencari colokan terdekat. Ternyata cukup jauh dari motor. Karena untuk pengecasan tidak boleh menggunakan terminal listik / kabel rol maka harus melepas baterai dari motor. Lumayan menyulitkan karena baterainya cukup berat, sekitar 6-8 kg.
Sambungkan baterai ke charger bawaan pabrikan, lalu tunggu sekitar 3 jam. Durasi menunggu inilah yang menjadi kunci dalam menyiasati waktu. Wajar, metode fast charging belum tersedia dan masih pakai sistem pengisian AC. Mungkin kalau pemakaian hanya menghabiskan baterai 20 persen, pengecasan jadi lebih cepat.
Desain
Sejak pertama kali meluncur, Smoto TC berbeda dari kebanyakan motor listrik yang dipasarkan di Indonesia. Mengadopsi konsep cafe racer dan memberi kesan sepeda motor retro modern. Visualnya sungguh menggoda. Klasiknya terpancar dari bentuk bodi, jok model tuck and roll, dan pemasangan lampu depan bundar. Unit yang kami gunakan ini merupakan varian TC reguler warna Khaki Yellow.
Walau berikan kesan tunggangan jadul, tapi semua kelengkapannya sudah canggih. Di dalam lampu utama model bulat, menggunakan teknologi proyektor atau biasa disebut projie. Ada dua buah buat cahaya dekat dan jauh serta pakai Daytime Running Light (DRL) di tiap sisinya. Begitu pula dengan stoplamp dan lampu sein, sudah berteknologi LED.
DI bagian kokpit ada spidometer yang dibungkus dengan cover bundar. Di dalamnya menggunakan perpaduan analog-digital. Jarum kecepatan masih konvensional dan sisi kanan diisi dengan beberapa informasi tentang kendaraan. Seperti indikator switchgear, odometer, informasi baterai dengan persentase dan tumpukan kotak serta suhu baterai.
Setang pakai model chump dengan handgrip warna cokelat. Memancarkan kesan kendaraan klasik. Di tiap sisinya ada beberapa tombol. Kanan diisi dengan Autolamp dan standby, switchgear 1-2-3, dan ‘P’. Kirinya terdapat lampu dekat-jauh, sinyal belok dan klakson.
Lalu tangki dengan wujud landai itu di dalamnya menjadi kompartemen. Ada dua slot baterai. Jika hanya memakai satu baterai, sisanya bisa untuk menaruh charger bawaan dan jas hujan. Atasnya diberikan pembatas sekaligus menjadi tray yang bisa buat meletakkan sarung tangan dan benda kecil.
Bodi di sisi tengah dibuat rapat, hampir menutup seluruh bagian. Di tiap sisi ujung tangki ada motif honeycomb kecil. Dan di bagian bawah depan terdapat controller. Wujudnya mirip air cooler lantaran punya garis horizontal. Tiap sisinya juga ada cover berwarna silver.
Tak lupa pula ada logo Smoto di tangki dan batch besar berbentuk bulat di bawahnya. Paling keren ada di bodi paling bawah, karena desainnya mirip seperti casing mesin jet dengan aksen honeycomb.
Subframe dibiarkan terlihat dan tertutup rapi di bagian tengahnya dengan panel bodi. Pijakan kaki pengendara berkelir silver dan menempel di sisi tengah dengan cover bulat. Terdapat footpeg pembonceng yang dapat dilipat. Buntut jok hanya terdapat behel. Buat lampu sein dan stoplamp ada di bawah menyatu dengan sepatbor.
Smoto TC dibekali dengan suspensi depan upside down di depan dan monoshok di belakang. Pengereman sudah cakram, depan maupun belakang. Pakai roda 17 inci tapi bagian belakang menempel motor penggerak 3.000 watt.
Memiliki perpaduan unik antara anak kunci dan remote. Kunci konvensional digunakan untuk membuka tangki dan jok, serta buat mengunci setang secara manual. Sementara remotenya buat mengoperasikan kendaraan.
Simpulan
Sebetulnya Smoto TC reguler ini cukup mengesankan buat penggunaan sehari-hari. Dengan catatan berkendara tidak terlalu jauh. Sebab daya baterainya tergolong kecil. Bila selalu menggunakan switchgear 3 tentu boros baterai. Apalagi jalan yang dilalui sering macet dan banyak tanjakan. Di lain sisi, karena itu tadi, ekosistem pengecasan yang belum banyak. Kecuali memang di lokasi parkir sudah terdapat colokan terdekat. Beda cerita kalau pakai TC Max (varian tertinggi). Ia lebih baik dari segi dimensi, power, suspensi dan daya baterai.
Buat harganya ada di angka Rp68 juta. Tapi banderol sebesar itu sebanding dengan tampilan dan sensasi yang ditawarkan. Buat Anda yang menginginkan motor listrik berbeda dari yang lain, ini bisa jadi opsi menarik.
(BGX/TOM)
GIIAS 2024
IMOS 2024
- Terbaru
- Populer
Anda mungkin juga tertarik
- Berita
- Artikel feature
- Terbaru
- Yang Akan Datang
- Populer
Video Motor Terbaru di Oto
Artikel Motor dari Zigwheels
- Motovaganza
- Tips
- Review
- Artikel Feature