Rekam Jejak Harley-Davidson SX Series, Motor 2-Tak Pesaing Yamaha DT
Besar, bermesin V-Twin, memiliki deruman ganas, menjadi persepsi umum terhadap sosok Harley-Davidson. Dalam kata lain, sang raja aspal. Namun puluhan tahun lalu, sempat terjadi anomali. Persepsi-persepsi tadi sama sekali tak tercermin. Produsen motor dari Milwaukee ini pernah membuat motor kompak bermesin dua tak, bahkan berjenis penggaruk tanah – kontradiktif dengan DNA-nya sebagai motor jalanan. Kubikasinya pun jauh dari bayangan Anda, mulai 125 cc hingga 250 cc. Inilah kisah perjalanan H-D SX series, dari 1973-1978.
Titik penggunaan mesin dua tak silinder tunggal sebetulnya sudah dimulai sejak 40an. Mereka memegang lisensi penuh, atas teknologi 125 cc DKW – dan memasangkan di berbagai jenis motor hingga 60an. Road bike hingga skuter, mereka jejali mesin asap. Hingga pada akhirnya, Harley-Davidson membeli 50 persen saham divisi sepeda motor Aermacchi. Perusahaan Italia yang sebetulnya berfokus pada aviasi.
Di era itu, gempuran dirt bike Jepang cukup besar di Amerika Serikat. Popularitasnya terus naik, berkat dimensi kompak dan daya jelajah luas. Kemampuan laju motor-motor ini juga beringas, meski kubikasinya tak seberapa. Salah satunya DT-1, penggaruk tanah 250 cc buatan Yamaha. Tak kurang dari 50.000 unit terjual tiap tahun, sejak 1968. Dan tentu membuat geram Harley – hingga mencoba peruntungan di segmen serupa.
Di saat bersamaan, keuangan H-D kian memburuk. Dan AMF (American Machine and Foundry) berujung mengakuisisi penuh saham mereka. Adanya payung baru – dan tentunya dana segar, menggiring keputusan pada percobaan pertama, di 1969. Dibuatlah Rapido, motor 125 cc buatan Aermacchi yang dikemas gagah. Sayang, dapur pacu itu sama sekali tak memiliki DNA offroad. Hanya knalpot saja ditinggikan. Sementara rasio gear, komposisi bore dan stroke, lebih relevan untuk medan aspal. Dan tentu, tak mendapat respons baik di pasar.
Baca juga: Harley-Davidson Ajukan Paten Logo Baru, Untuk Motor Listrik?
Lama berselang, akhirnya mereka menemukan racikan yang pas. Tepat lima tahun setelah DT merajai Amerika Serikat dan belahan Eropa, Harley-Davidson melepas SX 125. Sesuai namanya, menempel amunisi satu silinder 123 cc dua tak, bertenaga 12 Hp/7.500 rpm. Kali ini ukuran bore dan stroke (56 x 50 mm) dibuat hampir setara – demi mengejar output merata. Kompresi pun tak dibuat terlalu padat, 10,8:1.
Hasilnya motor bisa berlari hingga 105 kpj. Semua itu didistribusikan oleh gearbox 5 speed manual, berpenggerak rantai. Selain peran karburator besar, SX bisa melesat cepat berkat bobotnya yang ringan. Bahkan tak lebih berat dari KLX150, hanya 112 kg – sudah termasuk diisi bensin 10,5 liter dan oli.
Satu tahun berikutnya, Harley menyadari 125 cc tak benar-benar bisa membunuh DT. Dibuatlah SX 175 dan SX 250 pada 1974, merespons ganasnya industri Jepang. Versi tengah ini memiliki kubikasi lebih besar, 175 cc dengan output 17 Hp/6.750 rpm. Larinya juga makin kencang, bisa menyentuh 113 kpj. Namun tentu, makin gemuk dengan bobot total 127 kg. Sementara sisanya, masih sama. Memakai komposisi ban 19-18, berprofil 3 inci di depan dan 3,5 inci di belakang.
Lain cerita yang tertinggi, SX 250. Inilah seri paling spesial - persiapan amunisi sesungguhnya untuk menembak mati DT. Dapur pacu satu silinder 243 cc 2-stroke dengan mudah memproduksi output 20 Hp/7.000 rpm, serta mencatat angka 115 kpj di speedometer. Dibantu juga oleh karburator lebih besar, Dell‘Orto PHB32 32 mm. Alhasil tenaganya sudah mengimbangi Yamaha. Lengkap pula dengan swing arm dan suspensi ganda yang bisa disetel dalam lima tahapan (Preload). Komposisi ban Trial (kotak-kotak rapat) juga lebih lebar, 3,25 inci di depan dan 4 inci di belakang. Namun diameter tetap sama, 19-18 inci. Saat itu, banderolnya USD 870.
Soal desain, semua hampir sama. Mengusung padanan lampu bulat – sein terpisah, tangki kecil – hingga jok tebal. Khas gaya Enduro masa itu. Lengkap dengan posisi knalpot yang melengkung ke atas, untuk menghindari masuknya air. Satu-satunya yang unik ialah tulisan AMF Harley-Davidson di tangki. Tanpa ini, mungkin tak akan ada yang sadar, bahwa motor ini buatan Milwaukee.
Mesin, desain, kemampuan, semua sudah relevan. Memenuhi kriteria pasar. AMF bersama Harley-Davidson cukup serius dalam meracik SX Series. Sayang, semua itu tak berjalan mulus. Faktanya para diler penjual enggan mengambil motor ini – khususnya di Eropa. Respons pasar kontradiktif. Konsumen justru berpikir ini bukan Harley sesungguhnya. Menghilangkan filosofi mereka soal heritage.
Terbukti, selama lima tahun diproduksi, H-D hanya mencetak penjualan 14.000 unit. Bahkan di tahun terakhir, 1978, kurang dari 500 unit yang keluar dari pabrik. Selain penjualan lesu, regulasi emisi di Amerika Serikat pun kala itu makin ketat – menambah alasan H-D menyuntik mati produksi SX. Dan pada ujungnya, mereka menjual divisi motor lintas alam ke Cagiva, merek asal Italia. Kepemilikan AMF pun berakhir pada 1981, atas keterpurukan penjualan motor – yang kian didominasi Jepang.
Hari ini, Harley-Davidson tampak melakukan hal sama. Tercium sejak mulai mengeluarkan seri 500 cc. Dan kini berlanjut dalam proses merancang naked bike 250 cc – hasil kerjasama dengan Benelli - yang sangat tidak merepresentasikan unsur H-D. Jika ekspektasi mereka tak matang, boleh jadi keterpurukan itu berulang. Mengingat para puritan Harley tak peduli nilai jual ekonomis. Sementara jika melirik pasar di luar itu, bisa jadi branding Harley-Davidson membuat harganya menjadi tinggi - kala dibandingkan motor sekelas yang ada di pasar. Tinggal tunggu saja pembuktiannya nanti. (Hlm/Ano)
Sumber: nwhog, motorcycleclassics, autoevolution
Baca juga: Kupas Tuntas Toyota Fortuner SRZ, Varian Bensin yang Jarang Dilirik
GIIAS 2024
IMOS 2024
- Terbaru
- Populer
Anda mungkin juga tertarik
- Berita
- Artikel feature
- Terbaru
- Yang Akan Datang
- Populer
Video Motor Terbaru di Oto
Artikel Motor dari Zigwheels
- Motovaganza
- Tips
- Review
- Artikel Feature