Ragam Skuter Eropa yang Kami Uji Sepanjang 2020
Tak kurang dari 15 motor telah diuji tim redaksi sepanjang 2020, meliputi berbagai jenis. Tanpa disangka pula, tahun ini segala macam skuter Eropa berdatangan. Dan kami berkesempatan mengetes langsung dari yang dua hingga empat roda. Ini dia rangkumannya.
Qooder
Yang membuka tahun adalah skuter buatan Swiss beroda empat, Qooder. Spesies ini cukup unik sebab mereka menjanjikan pengendalian tangkas layaknya roda dua, namun dengan tingkat kestabilan hampir menyerupai mobil. Lantas sejauh mana motor Rp 357 juta OTR Jakarta ini memuaskan kami?
Soal pengendalian presisi dan stabil perlu diberi dua jempol. Ternyata Qooder menyenangkan dan mudah dikendarai jika paham celahnya. Anda pun masih bisa meliuk-liuk di samping antrean mobil. Bahkan jika salah satu sisi ban harus terperosok ke cerukan pinggir trotoar, Qooder tetap stabil.
Komposisi empat roda Qooder berbeda dengan ATV. Wheel track depan lebih besar, ketimbang belakangnya. Dan lebar sumbu itu tak melebihi tinggi total. Plus, empat suspensi hidrolis bergerak independen tanpa per – dengan travel sepantar motor trail (30 cm) - ditopang masing-masing arm. Karena itulah, ia bisa bermanuver layaknya roda dua biasa.
Percayalah, Anda tak akan risau lagi soal lubang jalanan. Ceruk-ceruk pintu drainase – yang sering jadi “jebakan” pada jalan protokol Jakarta – tak terasa jika diinjak. Lembut. Atau mungkin, mencicip bekas kupasan aspal yang sedang diperbaiki? Di roda dua biasanya terasa begitu licin. Tapi di atas Qooder, teratasi sempurna. Tak salah jika diklaim aman. Hujan? Jangan khawatir. Kami pun mengujinya sembari diguyur air. Traksi tetap menggigit dengan baik.
Perlu dipahami, jangan bayangkan ketangkasan menikung semudah roda dua. Badan perlu ikut bekerja ekstra membawa sesuai arah, berikut mengembalikan posisi lagi. Agak menguras tenaga. Dan tetap, hasilnya pasti tak selincah motor biasa. Namun untuk ukuran sebesar ini, kami cukup terpukau.
Tapi satu hal yang kami sadari belakangan, kelembutan suspensi tadi optimal jika bekerja masing-masing. Alias ban tidak menginjak obstacle di posisi parallel. Ambil contoh saat melibas speed trap atau polisi tidur yang agak mengotak, bantingan depan maupun belakang pasti terasa agak keras. Padahal shock udara ini disetel dalam keadaan normal. Kami masih belum menemukan jawaban pasti. Namun ada prasangka, karena ia bekerja tanpa dipadu per.
Cukup disayangkan, kubikasi bersih hanya 399 cc, dengan konfigurasi satu silinder. Catatan daya klaim pabrikan sebesar 32,5 Hp/ 7.000 rpm dan torsi 38,5 Nm pada 5.000 rpm. Angka daya kuda yang sangat besar, jika ia bisa berdiet 100 kg. Tidak. Untuk menghela bobot sebesar itu, angka power-to-weight ratio biasa saja.
Terjemahan di realitas, sebetulnya tak terasa kekurangan. Cukup untuk berjalan normal atau sedikit ingin berlari. Tanjakan curam juga bisa ditaklukan dengan baik. Namun jika menyangka denyut nadinya agresif, sama sekali tidak. Untuk mencapai 100 atau 120 kpj saja membutuhkan waktu dan jarak. Rangsangan daya lebih terasa di putaran tengah. Sementara di bawah dan atas cenderung datar.
Bagaimana konsumsi bahan bakarnya? Kami harus katakan agak boros. Hasil pengujian pertama, dengan kondisi lalu lintas 50 persen lowong dan sisanya macet, menghasilkan angka 15,2 kpl. Metode yang digunakan, mengisi bensin 14 liter penuh dan mengembalikannya lagi ke semula. Sementara putaran gas cenderung statis di putaran rendah, dengan jarak tes sekitar 90 km.
Lantas 155 km berikutnya, kami mencoba gaya berkendara sangat tidak efisien. Campuran kondisi jalan macet dan memelintir gas seenaknya. Sama sekali tidak statis. Dan dalam sesi ini, torehan jarak mengecil lagi, 14,7 kpl. Setara motor gede 600 cc ke atas. Begitu pula fiturnya. Ekspektasi dari sosoknya yang besar, banderol, hingga status sebagai petualang, bertolak belakang. Fasilitasnya tergolong minim.
Baca hasil test: Test Ride Qooder: Kinerja Empat Roda di Dalam Kota, Praktis? (Part-1)
Piaggio MP3 500 HPE Sport Advance
Selang beberapa bulan, pemain lama skuter beroda unik sepertinya panas melihat Qooder. Piaggio MP3 generasi terbaru langsung diboyong ke Indonesia, dijual degan harga Rp 360 juta OTR Jakarta. Ia ketambahan fitur paling fungsional, ditambah melakukan operasi besar di area teknis. Oleh itu nama panjangnya pun berubah, MP3 500 HPE Sport Advance.
Sayangnya sesi uji coba yang didapatkan sangat singkat. Lantaran berbarengan dengan test ride Vespa Sei Giorni II, GTV beridentitas khusus yang kala itu juga baru rilis. Alhasil ulasan MP3 sejauh ini tak bisa terlalu dalam, masih banyak variabel belum kami tes sepenuhnya.
Tapi tak apa. Sebab ada satu hal penting paling buat kami penasaran: gigi mundur. Ya, hal sederhana yang sangat dibutuhkan three wheeler, atau motor beroda lebih dari dua kebanyakan. Semua pasti kerepotan saat tak ada fitur terkait. Akibat bobot berat dan dimensi besar.
Hal ini langsung dirasakan manfaatnya ketika baru naik. Mengeluarkan dari parkiran, tinggal memencet saklar saja. Nah, mekanismenya unik. Jadi bukan mengkonversi gerak CVT memutar ke belakang lewat tenaga mesin. Melainkan menggunakan daya listrik, makanya bersuara seperti mobil-mobilan anak kecil.
Soal pengakomodiran bobot motor 244 kg tak hanya disempurnakan lewat gigi mundur. Jantung pacu berubah total. Tipe mesin lama ditanggalkan ditukar jenis HPE (High Performance Engine). Dari segi kubikasi memang tak terlihat ada perbedaan. Namun komponen-komponen pentingnya diubah.
Sdebut saja tekanan injektor ke ruang bakar kini makin kuat. Bentuk kepala silinder, klep, serta beberapa barang lain juga diperbaharui. Makanya performa bisa terdongkrak sampai 14 persen dari generasi mesin sebelum.
MP3 memangku jantung pacu silinder tunggal 493 cc berpendingin cairan. Diameter bore dan stroke diset 94 mm x 71 mm, alias overbore. Persis yang lama. Namun ketika melihat catatan daya kuda, sekarang berhasil menoreh 44,2 Hp di 7.750 rpm serta torsi 47,5 Nm pada 5.500 rpm. Perbandingan dengan yang lain lumayan, selisih 6 Hp dan torsi 2 Nm. Dan sekaligus menjadikan dirinya paling kencang di antara rival, baik Qooder si roda empat dan Peugeot Metropolis.
Translasinya di jalanan? Tentu sangat bertenaga. Cukup membawa beban sebesar itu, bahkan saat dibawa akselerasi lumayan kencang. Hanya saja jangan samakan dengan Sei Giorni. Impresi keluaran tenaga tak benar-benar instan. Berbeda lantaran bobot jauh di atas. Yang penting sama sekali tak terasa kekurangan, meski tak tajam-tajam amat. Begitu pun waktu ASR (Anti Slip Regulation) dimatikan, sensitivitas gerak terbilang tetap lembut.
MP3 turut mempertahankan mekanisme putaran gas lewat ride-by-wire. Karena itu bisa memiliki dua mode respons. Pertama ECO untuk gaya santai, sementara STD untuk mendapat feedback maksimal. Cara memindahkannya bisa sembari diam maupun jalan, dengan menekan saklar starter dua kali. Masing-masing ini perbedaannya lumayan terasa. Sisanya, tak ada perubahan signifikan dari si bongsor.
Baca hasil test: First Ride Piaggio MP3 500 HPE Sport Advance: Mengesankan Usai Operasi Jantung
Vespa GTV Sei Giorni II
Masih satu sesi dengan mini test ride Piaggio MP3, kami turut berkesempatan memacu Vespa GTV Sei Giorni II. Edisi terbatas ini merupakan lanjutan generasi pertama. Namun ada rombakan besar di balik bodi, terutama menyoal dapur pacu. Menariknya, ia dijual lebih murah dari pada yang dulu, yakni Rp 155 juta OTR Jakarta.
Sei Giorni secara harfiah artinya enam hari jika diterjemahkan dari bahasa Italia. Dan hal itu merupakan cerita soal kiprah Vespa memenangkan sembilan gelar juara balap ketahanan selama enam hari. Tepatnya di Varese, Italia, 69 tahun silam. Saat bentuknya masih serba membulat seperti serangga, serta memakai lampu utama di sepatbor depan. Atau spesies yang kerap kita juluki Douglas.
Sebab itulah GTV dipilih sebagai basis penerjemahan kisah legenda. Sebab memang saudara dekat GTS itu menjadi successor Douglas di era Vespa modern. Asal tahu saja, sebetulnya GTV sudah diskontinu di Tanah Air. Terakhir versi standarnya pakai mesin 250 cc. Dan sejak 2018 (First Edition) sampai sekarang, edisi khusus jadi opsi tunggal jika mendambakan bodi model begini.
Bagian pentingnya, amunisi lawas ditanggalkan. Diganti jenis HPE (High Performance Engine) satu basis seperti di balik bak besi GTS 300 Super Tech. Artinya memiliki persepsi ubahan serupa pula. Dari mulai klep, piston, tekanan injektor, serta ECU Magneti Marelli ada di dalam rangkaian.
Persisnya, volume silinder bersih jadi 278 cc SOHC empat katup. Namun ada sedikit diferensiasi perolehan output. Di GTS 300, total menghasilkan 23,4 Hp di 8.250 rpm dan torsi 26 Nm pada 5.250 rpm. Sementara Sei Giorni, pabrik mengatakan daya maksimal 22,7 Hp di 8.500 rpm serta torsi 25,5 Nm pada 5.500 rpm. Selisih dalam hitungan desimal, serta memiliki pencapaian output pada putaran lebih tinggi. Entah bagian mana yang berbeda, jujur kami belum mendapat informasinya.
Tapi saat dicoba langsung, sangat-sangat memukau. Adanya selisih daya sama sekali tak terasa. Justru, mesinnya seperti lebih beringas. Seketika setelah selongsong diputar habis, tenaga sepenuhnya keluar. Tajam. Bahkan saat di putaran atas. Tidak terasa flat sama sekali. Mengapa bisa begitu?
Nyatanya, ada variabel penting di sini. Sei Giorni hadir tanpa ASR (Anti Slip Regulation), atau dalam bahasa umumnya kontrol traksi. Ekstraksi tenaga secara langsung diterjemahkan ke roda belakang tanpa diganggu komputer. Begitu saja memutar ban belakang. Beda dengan GTS Super Tech yang bisa dinyala matikan sistem penjaga traksinya.
Lantas, kenapa bisa lebih terasa beringas? Menurut hipotesa kami, semua itu juga berkat penanggalan perangkat elektronik. Satu, Sei Giorni tak mendapat komponen kontrol traksi. Lebih penting, dashboardnya konvensional. Memakai model analog dan digital yang minimalis. Plus, stang dibiarkan telanjang tanpa dibungkus cover apapun.
Tentu bakal berdampak terhadap bobot bukan? Mengingat Super Tech punya layar instrumen full digital canggih. Yang biasanya memengaruhi total berat. Belum lagi stang dibungkus panel, serta adanya beberapa komponen canggih lain. Sei Giorni bersolek sebagaimana harusnya GTV, simpel.
Baca hasil test: First Ride Vespa GTV Sei Giorni II: Sejauh Mana Relevansi Tema Balap Dalam Konteks Performa?
Royal Alloy GP200S
Mendebut di akhir 2019 tepat ketika ajang EICMA 2019 berlangsung, pertengahan 2020 Royal Alloy sudah mendarat di Indonesia. Jelas menyasar segmentasi kelas atas, lantaran harganya mencapai Rp 95 juta OTR Jakarta buat seri GP200S. Apa yang ditawarkan?
Tanpa perlu riset atau menerka lama kita semua tahu apa basis motor ini. Tak lain merupakan Lambretta lama, khususnya seri TV atau SX. Dilihat dari manapun identik. Apalagi atas pemasangan fender depan fixed atau julukan lainnya sepatbor bego. Hanya saja, ia menyesuaikan diri dengan bersolek modern.
Meski bakal kembali ke selera, harus diakui eksekusi bodinya rapi dan bermaterial bagus. Mayoritas didominasi plat, bukan plastik. Ditambah banyak lekuk seksi khas Italia serta pemasangan aksesori bernuansa mewah, semacam jok kulit coklat. Tapi bukan itu saja sajian utamanya, coba tengok ke area teknis.
Buat ukuran skuter fashion, dapur pacunya begitu kuat. Dipasang mesin DOHC dengan output 19,5 Hp/9.500 Nm dan torsi 16 Nm/7.000 rpm. Terjemahannya sama sekali kontradiktif dengan wajah tak bersalah. Ini tak bisa dibilang skuter santai. Walaupun tidak agresif di putaran rendah, paduan injektor Magneti Marelli membuaskan GP ketika lewat 4.500 rpm.
Kencang dan presisi. Apalagi saat menemukan trek lurus yang lengang, lajunya makin memuaskan. Proses dari tengah ke puncak kecepatan secepat kilat. Agak tak menyangka performa kuat datang dari sebuah skuter. Sebagai informasi, top speed-nya ada di kisaran 120 kpj. Dan jangan khawatir, ketika mesin bekerja ekstra radiator bakal langsung bekerja. Jadi tak perlu risau mengalami overheat.
Siapa bilang hanya fokus di mesin? Nyatanya perihal pengendalian turut mereka pikirkan matang. Bukan soal basis Lambretta yang sudah rigid saja, suspensi ganda belakang meredam sempurna ketika manuver tajam. Dan tentu punya penyetelan preload. Bahkan, ada fitur anti dive. Maksudnya supaya tidak amblas ketika melakukan hard braking, motor tetap terkendali.
Untuk penjinak laju, tentunya bukan paduan cakram dan tromol "drum brake" tanpa sensor pengaman. Laju kencang diseimbangi pemasangan piringan rem 220 mm depan belakang. Lengkap beserta ABS buatan Bosch terkoneksi di kedua roda. Untuk itu, mungkin Anda jadi paham harganya selangit bukan? (Hlm/Tom)
Baca hasil test: Test Ride Royal Alloy GP200S: Mahalnya Harga Dibayar oleh Performa (Part-2)
Baca juga: Ini 5 Motor Paling Menarik Pilihan OTO Sepanjang Tahun Ini
GIIAS 2024
IMOS 2024
- Terbaru
- Populer
Anda mungkin juga tertarik
- Berita
- Artikel feature
- Terbaru
- Yang Akan Datang
- Populer
Video Motor Terbaru di Oto
Artikel Motor dari Zigwheels
- Motovaganza
- Tips
- Review
- Artikel Feature